"Nah, orang-orang tersebut menjadi berbahaya ketika dia memegang senjata (api). Itu sebabnya seleksinya sangat ketat, siapa yang boleh memegang senjata dan siapa yang tidak," ungkap Ratih melalui sambungan telepon.
Polisi yang bertugas di lapangan menurutnya sangat keras karena sifat pekerjaan, ruang lingkup dan kasus kriminal yang dihadapi mereka tiap hari.
Sehingga hal-hal tersebut berpengaruh kepada kejiwaan seseorang.
"Sehingga bisa saja ada oknum, saya sebutnya oknum, yang menjadi lebih mudah teriritasi ketimbang yang lain," papar Ratih.
Oknum-oknum yang mudah teriritasi atau mudah tersinggung inilah yang menjadi berbahaya ketika dibekali senjata.
"Kalau dari kronologisnya kan begitu ditolak (RT) langsung marah, mungkin kemudian dijawab dengan adu mulut yang kemudian sampai ke peristiwa penembakan itu," ujar Ratih yang sudah menjadi psikolog lebih dari 25 tahun.
Ratih kemudian mengaakan kalau sabar saja tidak akan cukup bagi polisi yang tiap harinya harus mendapatkan pekerjaan yang berat.
"Jadi, asesmen memang perlu dilakukan secara teratur untuk mereka (polisi) yang pegang senjata. Asesmen untuk rotasi penempatan juga perlu dilakukan dengan cermat," ungkap Ratih
(*)
Source | : | Kompas.com,Warta Kota,Tribun Jakarta |
Penulis | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar