Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Gubernur Papua Sebut-sebut Nama Gus Dur dalam Percakapannya dengan Khofifah Lewat Sambungan Telepon, Ini 3 Alasan Mengapa Abdurahman Wahid Sangat Dicintai Warga Papua

Nicolaus - Selasa, 20 Agustus 2019 | 20:10
Papua Rusuh, Pemerintah Lambatkan Jaringan Internet di Sebagian Wilayah Papua

Papua Rusuh, Pemerintah Lambatkan Jaringan Internet di Sebagian Wilayah Papua

Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade

Gridhot.ID - Kabar kerusuhan di Manokwari, Papua Barat melangsungkan aksi protes atas dugaan persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua di sejumlah daerah di Jawa Timur kian memanas.

Seluruh rakyat Indonesia pun menginginkan supaya situasi panas di Papua segera mereda.

Beberapa petinggi pemerintahan dan juga Presiden Republik Indonesia juga menyerukan perdamaian untuk meredakan konflik yang terjadi pada 18-19 Agustus 2019.

Baca Juga: Laura Lee, Runner Up Ajang Kecantikan Singapura yang Buat Banyak Orang Tak Percaya, Ternyata Nenek Bercucu 5 yang Sudah Tak Lagi Muda

Melansir dari Kompas.com, Presiden Joko Widodo memahami bahwa masyarakat Papua dan Papua Barat tersinggung atas kekerasan terhadap mahasiswa asal Papua di Jawa Timur beberapa waktu lalu.

Meski begitu, Jokowi meyakinkan masyarakat Papua dan Papua Barat bahwa pemerintah akan terus menjaga kehormatan mereka.

Jokowi juga meminta masyarakat Papua untuk memaafkan pihak-pihak yang telah membuat mereka tersinggung terkait insiden yang terjadi di Surabaya dan Malang.

Baca Juga: Nasib Malang Mantan Petinju Muda Indonesia, Sabet Beberapa Gelar Juara Internasional Kini Pilih Banting Setir Jadi Kuli Bangunan, Alasannya Bikin Haru

"Jadi, saudara-saudaraku. Pace, mace, mama-mama di Papua, di Papua Barat, saya tahu ada ketersinggungan. Oleh sebab itu, sebagai saudara sebangsa dan se-Tanah Air, yang paling baik adalah saling memaafkan," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (19/8/2019).

Sebelumnya, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawangsa juga turut angkat bicara mengenai aksi kerusuhan ini.

Ia berharap supaya situasi di Manokwari dan juga Papua bisa segera kembali kondusif.

Melansir dari TribunnewsBogor (19/8/2019), Khofifah telah menelepon Gubernur Papua untuk meminta maaf terkait kejadian di Surabaya dan Malang, Jawa Timur yang memicu kerusuhan di Manokwari.

Baca Juga: Viral, Pernikahan Kakek 83 Tahun dengan Gadis Berumur 27 Tahun di Tegal, Kemesraannya Bikin Iri Netizen: Resepnya Apa Mbah Bisa Dapat Wanita Muda?

Aksi blokade jalan oleh masyarakat Papua di Manokwari, terhadap tindakan rasisme yang terjadi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya (kiri) dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. (kanan)
(KONTRIBUTOR KOMPAS TV/ BUDY SETIAWAN)

Aksi blokade jalan oleh masyarakat Papua di Manokwari, terhadap tindakan rasisme yang terjadi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya (kiri) dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. (kanan)

"Kami telepon Gubernur Papua, mohon maaf. Sama sekali itu bukan suara Jatim. Harus bedakan letupan bersifat personal dengan apa yang menjadi komiten Jatim," kata Khofifah dalam jumpa pers bersama Kapolri Jenderal TNI Tito Karnavian sebagaimana ditayangkan di Kompas TV, Senin.

Khofifah mengatakan, pihaknya bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah sering berkomunikasi dengan mahasiswa Papua.

Bahkan, mahasiswa Papua sering diundang dalam setiap-setiap acara penting di Jawa Timur.

Baca Juga: Mengabdi di Pedalaman Papua, Diana Cristiana Terkejut Saat Pertama Kali Datang, Muridnya Lebih Kenal Bendera Bintang Kejora Daripada Merah Putih

"Komunikasi kami sangat intensif. Masing-masing harus bangun satu komitmen untuk menjaga NKRI, Pancasila, dan merah putih," kata Khofifah.

Sementara itu Gubernur Papua Lukas Enembe juga berusaha meredam aksi massa dengan menemui pengunjuk asa di Lapangan Apel Kantor Gubernur Papua, Kota Jayapura, Senin (19/8/2019).

Berbeda dengan di Manokwari yang diwarnai kerusuhan, aksi di Jayapura berlangsung damai dan tertib.

Di depan ribuan pengunjuk rasa tersebut, Enembe menceritakan bahwa Khofifah sebagai Gubernur Jawa Timur sudah meminta maaf via telepon.

Baca Juga: Rindu Sosok Gusdur yang Senantiasa Merasakan Penderitaan Orang Papua, Arie Kriting: Tidak Boleh Ada Tindakan Rasial Atas Nama Apapun

Gus Dur

Gus Dur

Pada saat membeberkan isi pembicaraannya dengan Khofifah, didalamnya Enembe menyinggung soal nama Gus Dur.

"Saya sampaikan (ke Khofifah), orang Papua mencintai Gus Dur, Ibu Gubernur tuh kadernya Gus Dur, kenapa mahasiswa saya dianiaya seperti itu hanya karena masalah bendera, tidak dibenarkan," kata Enembe

Ia mempertanyakan kebijakan Khofifah yang tidak menerjunkan Banser untuk membela mahasiswa Papua yang diserang oleh organisasi kemasyarakatan lainnya.

Baca Juga: Jawab Telpon Permintaan Maaf dari Khofifah Atas Penyebab Kerusuhan di Manokwari, Gubernur Papua Barat: Kami Minta Ibu Gubernur Tindak Lanjuti Tuntutan Massa

"Saya sampaikan kepada Ibu Gubernur, ibu minta maaf bukan mewakili Jawa Timur, ini kelompok tertentu," ujar dia.

Lalu apa yang sebenarnya keterkaitan nama Gus Dur dengan kerusuhan ini sehingga namanya sampai dibawa-bawa oleh Enembe?

Ternyata, sosok Gus Dur merupakan salah satu tokoh negara yang benar-benar dicintai oleh masyarakat Papua.

Mengutip dari TribunPalu.com, selama Gus Dur menjabat menjadi Presiden ke 4 Republik Indonesia, pernah mengeluarkan sejumlah kebijakan yang dinilai baik untuk masyarakat Papua antara lain:

Baca Juga: Viral di Media Sosial Pria Asal Kabupaten Magelang Buka Jasa Melupakan Mantan, Syaratnya Hanya dengan Tarif Sebesar Rp 12 Ribu dan Membawa Foto Mantan, Ini Cara Kerja dan Faktanya

[ARSIP FOTO] KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur, difoto pada Januari, 2000
RIZA FATHONI/HARIAN KOMPAS

[ARSIP FOTO] KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur, difoto pada Januari, 2000

1. Sumbang Dana Rp 1 Miliar untuk Kongres Rakyat Papua

Dikutip dari tulisan Tri Agung Kristanto dalam buku Perjalanan Politik Gus Dur, Gus Dur memiliki peran besar dalam terselenggaranya Kongres Rakyat Papua pada akhir Mei tahun 2000.

Kongres itu awalnya tertunda-tendua karena masalah finansial.

Kongres yang dihadiri tidak kurang dari 5.000 rakyat Papua itu akhirnya terselenggara berkas bantuan dari Gus Dur sebesar Rp 1 miliar.

Sekretaris Presidium Dewan Papua Thaha Mohammad Alhamid kepada Kompas menjelang kongres berlangsung mengakui besarnya peranan dana bantuan Presiden Gus Dur untuk penyelenggaraan kongres.

Meskipun pada kemudian hari, Gus Dur kecewa dengan hasil kongres.

"Tadinya saya membantu (Kongres Rakyat Papua,-red) supaya terlaksana, karena panitia kongres menjanjikan dua hal yakni tidak orang asing di dalamnya (Kongres) dan semua orang (Papua) boleh ikut," kata Gus Dur dalam berita Kompas, 6 Juni 2000.

Saat itu, langkah Gus Dur memberikan bantuan dana dikecam karena dianggap memberi peluang opsi Papua memisahkan diri dari NKRI.

Baca Juga: Sikap Kolonel Laut Hariyo Poernomo Jadi Primadona Saat Disalami Langsung Presiden Jokowi Usai Bertugas Sebagai Komandan Upacara, Natizen: Calon Laksamana

2. Gus Dur Mampu Jembatani Perbedaan di Papua

Mengutip berita Kompas.com pada 31 Desember 2019, Sekretaris Jendral (Sekjen) Presidium Dewan Papua (PDP), Thaha M Alhamid menyatakan, Gus Dur mampu menjembatani segala perbedaan yang ada dalam kelompok masyarakat tertentu di Papua untuk menyelesaikan permasalahan di daerah tersebut.

"Gus Dur mampu mengalihkan kekalutan politik di Papua pada tahun 2000 silam melalui proses-proses bermartabat yang jauh dari tindakan anarki yang melibatkan pertentangan antara rakyat dengan aparat," ujar Thaha di Jayapura.

Dikatakannya, rakyat Indonesia, termasuk masyarakat Papua masih membutuhkan nasihat dan ketokohan Gus Dur dalam menyelesaikan persoalan-persoalan politik dan sosial yang muncul baik yang sifatnya vertikal maupun horizontal.

Salah satu peran Gus Dur adalah mengakomodasi aspirasi masyarakat Papua pada tahun 2000 lalu adalah diberinya izin untuk melaksanakan musyawarah besar atau Kongres Papua.

"Kongres Papua menjadi forum politik bagi masyarakat Papua untuk menyatakan gagasan dan aspirasi mereka yang selama pemerintahan-pemerintahan sebelumnya mengalami kebisuan," tandasnya.

Melalui kegiatan tersebut lanjut dia, Gus Dur menunjukkan dirinya sebagai seorang yang pluralis sekaligus melindungi kelompok-kelompok minoritas yang selama ini terpinggirkan.

"Setelah Gus Dur wafat, saya berharap ada tokoh Indonesia lainnya yang dapat mengganti figur dan karakter beliau, terutama dalam menyikapi dan memberikan nasihat-nasihat politik menyangkut permasalahan bangsa," kata Thaha menanggapi kabar meninggalnya Gus Dur.

3. Mengembalikan Nama Papua Menjadi Irian Jaya

Pada 31 Desember 1999, Gus Dur menyempatkan diri melewatkan pergantian tahun di Jayapura sekaligus menyatakan mengembalikan nama "Papua" untuk mengganti "Irian Jaya" yang diberikan pada pemerintahan Presiden Soeharto.

Pengembalian nama itu dilakukan pada 1 Januari 2000.

Terkait pengembalian nama itu, dalam tulisannya, B Josie Susilo Hardianto yang dimuat Kompas.com pada 4 Januari 2010, orang Papua bersedih saat Gus Dur meninggal.

Baca Juga: Kisah Amirul Syafieq, Dulu Pernah Jadi Pemain Sepakbola Andalan Malaysia dengan Gaji Belasan Juta Per Bulan, Tapi Kini untuk Nikahi Kekasihnya Saja Harus Jadi Tukang Ojek Online

[ARSIP FOTO] KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menggelar jumpa pers di Kantor PB Nahdlatul Ulama, Jakar
TOTOK WIJAYANTO/HARIAN KOMPAS

[ARSIP FOTO] KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menggelar jumpa pers di Kantor PB Nahdlatul Ulama, Jakar

4. Sempat Memperbolehkan Bendera Bintang Kejora Dikibarkan

Presiden Gus Dur sempat memperbolehkan bendera Bintang Kejora dikibarkan di Papua pada 1 Desember yang merupakan hari ulang tahun kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Gus Dur menyebut bahwa bendera Bintang Kejora hanya sebuah umbul-umbul seperti bendera saat pertandingan sepakabola.

Saat itu, Gus Dur meminta aparat tak terlalu risau dengan pengibaran bendera Bintang Kejora.

Gus Dur menyebut bendera Bintang Kejora hanya benderal kultural biasa.

Ia tak mempersoalkan bendera Bintang Kejora dikabarkan asal bendera merah putih juga dikibarkan dan lebih tinggi.

Kebijakannya itu pun membuat dirinya harus berdebat dengan Wiranto pada saat itu.

Baca Juga: Sempat Viral Melalui Video di Media Sosial Sampai Dicari oleh Via Vallen, Ini Sosok Pedagang Asongan yang Beri Hormat pada Bendera Saat Lagu Indonesia Raya Berkumandang, Ternyata Jago Bahasa Inggris

Usai kebijakannya itu, pada saat sidang kabinet Gus Dur memutuskan bendera bintang kejora dianggap sebagai lambang separatisme dan bukan lagi bendera budaya yang akhirnya dilarang untuk dikibarkan.(*)

Source :Kompas.comTribunnewsBogor.comTribunPalu.com

Editor : Grid Hot

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

Popular

Tag Popular

x