Kondisi kelembaban tinggi menyebabkan penerbangan U-2 menimbulkan jejak uap air atau contrail.
Pada ketinggian di bawah 60.000 kaki, contrail sudah pasti akan terbentuk, meninggalkan jejak seperti asap yang bisa terlihat dengan mudah dari bawah.
Hal ini menyebabkan pilot harus membawa U-2 lebih tinggi untuk mencegah jangan sampai kepergok dari bawah.
Selain itu, kondisi cuaca Indonesia yang seringkali berawan menyebabkan hasil foto tidak optimal. Hingga 50% foto yang berhasil dikembangkan terhalang oleh awan.
Berdasarkan pengalaman, bulan Agustus dan September dianggap sebagai bulan yang terbaik untuk menjalankan sorti penerbangan karena kumpulan awan relatif rendah sehingga sasaran mudah sekali terlihat dari atas.
Aktivitas U-2 meningkat pada 1963 ketika Indonesia mulai mengoperasikan pesawat-pesawat dan sistem senjata lain hasil pembelian dari Uni Soviet.
Amerika Serikat memandang bahwa pembangunan militer dan kedatangan penasihat militer Soviet dianggap mengancam keberadaan Australia dan pangkalan AS di Filipina.
Oleh karena itu, CIA diminta menerbangkan kembali U-2 di atas Indonesia karena hasil pengintaian satelit mata-mata KH-11 Keyhole dianggap kurang memadai.
Pengintaian atas Indonesia dilakukan U-2 yang diterbangkan secara feri dari Edwards Air Force Base di AS, beserta dukungan dari pesawat tanker KC-135.
Perlengkapan dan awaknya diterbangkan langsung ke pangkalan aju yang dirahasiakan untuk mempersiapkan kedatangan U-2.