Laporan Wartawan Gridhot.ID, Angriawan Cahyo Pawenang
Gridhot.ID - Gugurnya Dokter Soeko Marsetiyo (53) dalam kerusuhan yang terjadi di Wamena, Papua pada Senin (23/9/2019) kini meninggalkan luka mendalam.
Dikutip Gridhot sebelumnya dari Kompas.com, Sekretaris Dinas Kesehatan Papua dr.Silvanus Sumule mengatakan dokter Soeko ditemukan dengan luka-luka yang cukup serius pada Senin (23/9/2019), sesaat setelah demo terjadi.
Sehari-hari dokter Soeko bertugas di Kabupaten Tolikara.
Sebelum sang kakak ditemukan terluka hingga meninggal dunia, adik dokter Soeko Marsetiyo, Endah Arieswati menceritakan saat-saat terakhir hidup dokter asal Yogyakarta ini di perantauan.
Dilansir GridHot.ID dari Kompas, Endah mengatakan, kakaknya sudah bertugas di Papua selama 15 tahun.
Selama bertugas di Papua, lanjutnya, lokasi tugas kakaknya berpindah-pindah tempat dan yang terakhir bertugas di Tolikara.
Sehari sebelum kejadian, lanjut Endah, kakaknya sempat mengirim SMS ke beberapa orang keluarganya.
"Sehari sebelumnya itu ternyata dia sempat mengirimkan SMS ke beberapa om (paman) dan tante. Isinya potongan ayat Kursi, kita tidak mengerti maksudnya apa, terus tiba-tiba dengar kabar seperti ini," ujarnya.
Sekertaris Dinas Kesehatan Kabupaten Tolikara, Yusak Krido Saksono juga menceritakan tentang sosok Dokter Soeko semasa pengabdiannya.
Dikutip Gridhot dari Antara, Yusak mengatakan kalau Soeko merupakan orang yang sangat kaku.
"Dokter Soeko Marsetiyo sudah mengabdi di Tolikara sejak awal 2014, jadi sampai sekarang kurang lebih enam tahun tiga bulan, beliau sendiri saat itu meminta ditempatkan di Puskesmas yang paling jauh, waktu itu saya menjaabat sebagai Kepala Dinas Kabupaten Tolikara," kata Yusak.
Gara-gara permintaan itulah dirinya menempatkan Dokter Soeko di Puskesmas Kaggime yang membutuhkan waktu 2 jam perjalanan dari ibu kota kabupaten.
Dokter Soeko dikatakan selalu berada di tempat meski jarang ada petugas kesehatan lainnya.
Dokter Soeko juga selama ini disebutkan tidak mau difoto dan dipublikasikan.
Selama mengabdi di masyarakat, Dokter Soeko juga sangat berbaur dengan warga sekitar.
Bahkan dirinya selalu menggunakan celana pendek dan kaos tidak seperti dokter pada umumnya.
Setelah tiga tahun mengabdi di Puskesmas Kanggime, dirinya lalu ditarik ke Puskesmas Nambunagi dan bertugas selama dua tahun delapan bulan.
Namun sayangnya dirinya harus wafat dianiaya massa demo di Wamena.
Yusak merasa sangat kehilangan kehilangan sosok sang dokter karena Soeko merupakan pribadi yang sangat dekat dengan masyarakat.
Dokter Soeko bahlan sangat mengetahui kondisi masyarakat, kondisi kejiwaan, menyatu dengan adat dan budaya masyarakat di dua Puskesmas tempat ia bertugas.
(*)