Kebetulan sewaktu menyelenggarakan upacara penguburan Teuku Ibrahim, Cut Nyak Dien bertemu dengan Teuku Umar yang kemudian menjadi suami sekaligus rekan seperjuangan.
Bersama Teuku Umar, Cut Nyak Dien berhasil membangun kekuatan kembali dan mampu menghancurkan markas Belanda di sejumlah tempat.
Namun, berkat taktik liciknya, Belanda kembali mendesak pasukan Cut Nyak Dien dan Teuku Umar.
Di tengah perang yang berkecamuk, pasangan Cut Nyak Dien dan Teuku Umar mempunyai seorang putri, Cut Gambang yang ketika dewasa dinikahkan dengan Teuku Di Buket, putra Teuku Cik Di Tiro yang juga pejuang dan pahlawan Aceh.
Dalam perjalanan hidup mereka, anak dan menantu Cut Nyak Dien itu akhirnya juga gugur di medan perang.
Ujian berat kembali dialami Cut Nyak Dien, ketika Teuku Umar gugur pada 11 Februari 1899.
Walu kembali ditinggalkan oleh orang-orang terkasih, Cut Nyak Dien tetap bertekad untuk terus berjuang sampai titik darah penghabisan.
Sementara itu, Belanda yang mengetahui kekuatan pasukan Cut Nyak Dien kian melemah, terus melancarkan tekanan.
Setelah terus bersembunyi dari hutan ke hutan, kondisi fisik dan kesehatan Cut Nyak Dienmenjadi melemah. Namun hal itu tidaklah membuatnya urung untuk melanjutkan pertempuran.