GridHot.ID - Berasal dari keluarga bangsawan yang sangat taat beragama, Cut Nyak Dien lahir pada tahun 1848.
Ayahnyabernama Teuku Nanta Seutia, seorang ulebalang (panglima perang) VI Mukin.
Diketahui, Cut Nyak Dien menikah pada usia belia pada tahun 1862, dengan Teuku Ibrahim Lamnga dan memiliki seorang anak laki-laki.
Ketika Perang Aceh meletus pada 1873, Cut Nyak Dien memimpin perang di garis depan melawan pasukan Belanda yang bersejata lebih lengkap.
Cut Nyak Dien dikenal sebagai panglima perang yang tangguh di wilayah VI Mukin.
Setelah bertahun-tahun bertempur, pasukan yang dipimpin Cut Nyak Dien makin terdesak.
Demi menghindari kejaran pasukan Belanda, keluarga Cut Nyak Dien lalu memutuskan mengungsi ke daerah terpencil dengan terus mengobarkan semangat pertempuran.
Tapi dalam pertempuran sengit di kawasan Sela Glee Tarun, Teuku Ibrahim gugur.
Kendati suaminya gugur, Cut Nyak Dien tetap bertekad untuk terus melanjutkan perjuangannya melawan kolonial Belanda dengan semangat yang makin berapi-api.
Kebetulan sewaktu menyelenggarakan upacara penguburan Teuku Ibrahim, Cut Nyak Dien bertemu dengan Teuku Umar yang kemudian menjadi suami sekaligus rekan seperjuangan.
Bersama Teuku Umar, Cut Nyak Dien berhasil membangun kekuatan kembali dan mampu menghancurkan markas Belanda di sejumlah tempat.
Namun, berkat taktik liciknya, Belanda kembali mendesak pasukan Cut Nyak Dien dan Teuku Umar.
Di tengah perang yang berkecamuk, pasangan Cut Nyak Dien dan Teuku Umar mempunyai seorang putri, Cut Gambang yang ketika dewasa dinikahkan dengan Teuku Di Buket, putra Teuku Cik Di Tiro yang juga pejuang dan pahlawan Aceh.
Dalam perjalanan hidup mereka, anak dan menantu Cut Nyak Dien itu akhirnya juga gugur di medan perang.
Ujian berat kembali dialami Cut Nyak Dien, ketika Teuku Umar gugur pada 11 Februari 1899.
Walu kembali ditinggalkan oleh orang-orang terkasih, Cut Nyak Dien tetap bertekad untuk terus berjuang sampai titik darah penghabisan.
Sementara itu, Belanda yang mengetahui kekuatan pasukan Cut Nyak Dien kian melemah, terus melancarkan tekanan.
Setelah terus bersembunyi dari hutan ke hutan, kondisi fisik dan kesehatan Cut Nyak Dienmenjadi melemah. Namun hal itu tidaklah membuatnya urung untuk melanjutkan pertempuran.
Melihat kondisi Cut Nyak Dien yang seperti itu, sang panglima perang, Pang Laot Ali, menawarkan menyerahkan diri ke Belanda. Tapi, Cut Nyak Dien justru marah sekali dan menegaskan untuk terus bertempur.
Akhirnya Cut Nyak Dien berhasil ditangkap oleh pasukan khusus Belanda yag dipimpin oleh Letnan van Vurren.
Seperti biasa setelah ditangkap, dan untuk menghindarkan pengaruhnya terhadap masyarakat Aceh, Cut Nyak Dien diasingkan ke Pulau Jawa, tepatnya ke daerah Sumedang, Jawa Barat.
Di tempat pengasingannya, Cut Nyak Dien yang sudah renta dan mengalami gangguan penglihatan, lebih banyak mengajar agama dengan tetap merahasiakan jati diri yang sebenarnya.
Cut Nyak Dien wafat pada tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di Sumedang.
Makam Cut Nyak Dien baru diketahui secara pasti pada 1960 atau sekitar 50 tahun setelah kematiannya.
Waktu itu, Pemda Aceh memang sengaja menelusuri kuburannya.
Perjuangan Cut Nyak Dien bahkan membuat seorang penulis dan sejahrawan Belanda, Ny Szekly Lulof kagum dan menggelarinya Ratu Aceh.
Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul "Cut Nyak Dien, Pahlawan Aceh yang Makamnya Baru Diketahui Setengah Abad Setelah Kematiannya"
(*)