Laporan Wartawan Gridhot.ID, Angriawan Cahyo Pawenang
Gridhot.ID - Di masa ini siapa yang tidak kenal dengan aplikasi TikTok.
Aplikasi yang sangat digandrungi anak muda ini memang sangat populer.
Bahkan dikutip Gridhot dari wbur.org, aplikasi TikTok disebut sebagai aplikasi yang paling banyak didownload di seluruh dunia.
Data itu bahkan didapatkan pada September 2019 yang artinya aplikasi tersebut masih menjadi peringkat pertama baik untuk IOS maupun Android.
Melihat perkembangan TikTok yang luar biasa dan penggunanya yang rata-rata dari kaum muda membuat organisasi ini memanfaatkannya.
Militan Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS diketahui menggunakan aplikasi tersebut untuk membagikan video yang dianggap mengerikan.
Baca Juga: Tinggalkan Istri yang Kehilangan Tangan Akibat Kecelakaan, Pria Ini Berakhir dengan Penyesalan
Dikutip Gridhot dari Intisari dan Daily Mail, video klip TikTok yang berisi materi ISIS tersebut awalnya diyakini sebagai bentuk propaganda.
Namun jika diperhatikan lagi, video tersebut ternyata berisi konten yang sangat mengerikan.
Beberapa video ternyata berisi kekerasan yang menunjukkan penyiksaan dan pembunuhan yang dilakukan ISIS.
Video tersebut ditutupi dengan beberapa stiker emoji dan efek filter layaknya video TikTok normal lainnya.
Klip yang mengejutkan menunjukkan para militan mengenakan balaclava (penutup wajah) yang menyiksa tawanan.
Mereka mendorong para tawanan ke tanah dan memancungnya dengan parang, menurut Wall Street Journal.
Video lain menunjukkan penyerang menembak orang dari jarak dekat.
Namun kini video tersebut langsung dihapus oleh pihak perusahaan TikTok itu sendiri.
Dilaporkan ada tiga akun yang membagikan video mengenai eksekusi mati seseorang.
Padahal akun tersebut memiliki ratusan hingga ribuan pengikut.
Tak hanya mengunggah konten penyiksaan, namun juga ada yang meunggah konten lagu ISIS ataupun konten mengenai senjata.
Kepopuleran TikTok diduga jadi latar belakang para militan ISIS menggunakan aplikasi tersebut sebagai alat propaganda.
ISIS memang dikenal sangat agresif menggunakan sosial media untuk menyebarkan kampanyenya.
Sebelumnya ISIS menggunakan sosial media seperti Facebook, Twitter, Alphabet dan Youtube untuk menyebarkan pergerakan mereka.
TikTok telah melarang organisasi teroris dan kriminal menggunakan aplikasi berbagi video.
"JANGAN gunakan TikTok untuk mempromosikan dan mendukung organisasi-organisasi ini," kata perusahaan itu dalam pedomannya.
"Konten ini menjijikkan, pelanggaran yang jelas terhadap kebijakan kami dan telah dihapus dari platform kami," kata juru bicara TikTok.
Kasus ini menjadi sorotan sejak adanya video yang berisi mayat-mayat yang sedang diarak para prajurit ISIS.
Elizabeth Kendall selaku pakar ekstremisme dari Universitas Oxford menyebutkan kalau video tersebut bukanlah untuk rekrutmen anggota baru ISIS.
Namun video tersebut digunakan untuk membangkitkan kembali ISIS dan antusiasme warga mengenai organisasi tersebut.
Apalagi TikTok memiliki sekitar 30% pengguna yang berusia di bawah 18 tahun sehingga mudah terpengaruh.
(*)