Dalam pasal itu disebutkan bahwa cacat tetap adalah kehilangan atau menyebabkan tidak berfungsinya adalah salah satu anggota badan atau yang mempengaruhi aktivitas secara normal seperti hilangnya tangan, kaki, atau mata, termasuk dalam pengertian cacat tetap adalah cacat mental.
"Akibat insiden tersebut, kulit klien kami melepuh, dan tidak bisa kembali seperti semula. Sehingga sesuai dengan ketentuan tersebut," lanjutnya.
David juga menyayangkan tindakan Garuda yang tak kooperatif setelah kejadian.
Hal ini lantaran selama 1,5 bulan setelah insiden, Kosmariam tak pernah lagi dihubungi Garuda.
"Ketika kejadian penanganannya juga minim, penggugat hanya diberikan salep, setelah tiba di tujuan memang langsung dibawa ke rumah sakit. Hanya saja selama 1,5 bulan pasca kejadian Garuda tak pernah menghubungi lagi," sambungnya.
Dalam gugatan, Kosmariam meminta ganti rugi senilai Rp 1,25 miliar atas kerugian material, dan senilai Rp 10 miliar atas ganti rugi imaterial.
Sementara itu dikutip dari Kontan, pihak Garuda Indonesia membentah pernyataan pengacara Kosmariam.
Senior Manager Public Relation PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) membantah pernyataan David Tobing yang menyebutkan bahwa pihak Garuda membiarkan B.R.A Kosmariam Djatikusomo selama 1,5 bulan setelah insiden air panas tumpah di penerbangan bernomor GA-264.
Sebaliknya, kata Ikhsan pihak Garuda justru terus memberikan biaya pengobatan yang dilakukan oleh Kosmariam.