Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade
Gridhot.ID - Belakangan ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ramai diperbincangkan publik dan media.
Anies disoroti oleh publik usai mengeluarkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI Jakarta untuk tahun 2020.
Pasalanya dalam penyusunan RAPBD tersebut, ada sebuah anggaran yang dirasa kurang masuk akal yaitu anggaran lem aibon yang mencapai nilai Rp 82,8 miliar.
Melansir dari Tribunnews.com, anggaran tersebut langsung mendapat tanggapan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Temuan adanya anggaran lem aibon mencapai Rp 82,8 miliar ini pertama kali diungkapkan oleh anggota DPRD DKI dari PSI, William Aditya Sarana, dalam dokumen APBD 2020 yang bisa diaksesnya.
Disisi lain, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menyebut ada masalah dalam sistem e-Budgeting yang merupakan warisan dari gubernur sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Pernyataan tersebut langsung mendapatkan tanggapan dari mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat ditanya soal pernyataan Anies soal e-budgeting Pemprov DKI saat ini yang tidak smart.
Melansir dari Kompas.com, Ahok langsung melontarkan jawaban dengan gaya blak-blakannya menyebutkan bahwa Gubernur DKI Anies Baswedan terlalu pintar.
"Aku sudah lupa definisi smart seperti apa karena Pak Anies terlalu over smart," ujar Ahok saat dihubungi Kompas.com, Kamis (31/10/2019).
Adapun sistem elektronik APBD Pemprov DKI ini dibentuk pertama kali saat Jokowi-Ahok menjabat pada 2012.
Sistem ini membuat masyarakat dapat dengan mudah melihat anggaran yang dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta melalui sistem elektronik APBD Pemprov DKI Jakarta.
Ahok pun menjelaskan soal sistem e-budgeting yang digunakan saat ia menjabat sebagai gubernur.
Ia mengungkapkan sistem tersebut bisa mengetahui detail anggaran apa pun, seperti lem Aibon, pulpen, dan lainnya.
"Bisa tahu beli apa saja dari perencanaan awal sudah masuk dan sistem semua, tidak bisa asal masukkan," kata dia.
Sistem ini juga bisa mengetahui orang-orang yang memasukkan anggaran yang dinaikkan.
"Kan sistem sudah di-input harga satuan barangnya, kecuali harga satuan semua diubah," ucap Ahok.
Sementara, penyusunan anggaran 2020 Pemprov DKI diduga mengalami banyak kejanggalan.
Detail komponen anggaran yang dimasukkan ke dalam sistem e-budgeting bukan anggaran yang sebenarnya.
Namun, saat mendapatkan kritik soal anggaran yang ada, Anies justru menyalahkan sistem yang ada.
Seperti anggaran lem Aibon Rp 82,8 miliar, menurut Anies, disebabkan adanya kesalahan sistem digital.
“Ya, sebenarnya itu yang saya panggil minggu lalu. Saya tidak umumkan karena memang itu review internal. Ini ada problem sistem, yaitu sistem digital, tetapi tidak smart,” ujar Anies saat ditemui di Balai Kota, Rabu (30/10/2019).
Ia juga mengatakan bahwa seharusnya sistem penginputan itu bisa dilakukan dengan smart system.
Dengan sistem itu, akan terlacak anggaran-anggaran yang penginputannya salah.
“Ini sistem digital, tetapi masih mengandalkan manual (pengecekannya)," ucap Anies.
Menurut Anies, smart system yang digunakan dalam proses penganggaran harusnya memiliki berbagai algoritma tertentu yang bisa mendeteksi anggaran yang janggal.
"Begitu ada masalah, langsung nyala. Red light. Begitu ada angka yang tidak masuk akal, langsung muncul warning. Kan bisa tahu. Itu tinggal dibuat algoritma saja, itemnya itu jenisnya Aibon, harganya Rp 82 miliar, sebenarnya harganya kan enggak semahal itu. Harusnya ditolak itu sama sistem," lanjutnya.
Namun, karena pengecekan terhadap item-item anggaran masih dilakukan manual, tingkat lolosnya anggaran yang janggal pun terbilang tinggi.
Meski demikian, Anies mengaku tak ingin sistem ini terus berlangsung hingga menjadi warisan gubernur selanjutnya.(*)
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com |
Penulis | : | Nicolaus |
Editor | : | Nicolaus |
Komentar