Laporan wartawan GridHot.ID, Dewi Lusmawati
GridHot.ID - Menteri Hukum dan Ham Yasonna Laoly, selama ini dikenal sebagai sosok yang mendukung penuh adanya upaya revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dikutip GridHot.ID dari Kompas, Revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang sudah disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna 17 September.
Namun, protes dan penolakan terus disuarakan masyarakat.
UU KPK hasil revisi ramai-ramai ditolak karena disusun secara terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK.
Isi UU KPK yang baru juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja lembaga antikorupsi itu.
Misalnya, KPK yang berstatus lembaga negara dan pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi.
Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas juga bisa mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.
Kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.
Akibatnya, mahasiswa dan sejumlah elemen masyarakat lain di sejumlah daerah bahkan turun ke jalan untuk menolak UU KPK hasil revisi.
Selain itu, mereka menolak sejumlah rancangan undang-undang lain yang kontroversial, seperti RKUHP dan RUU Pemasyarakatan.
Kericuhan tak terhindarkan yang membuat ratusan mahasiswa luka-luka, bahkan dua di antaranya meninggal dunia.
Meski muncul banyak penolakan, Yasonna masih ngotot mendukung adanya revisi UU KPK. Bahkan ia sempat menegaskan bahwa Presiden Jokowi tidak akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk mencabut UU KPK.
"Kan sudah saya bilang, sudah Presiden bilang, gunakan mekanisme konstitusional. Lewat MK dong. Masa kita main paksa-paksa, sudahlah," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (25/9/2019).
Yasonna menilai tak ada kegentingan yang memaksa sebagai syarat bagi Presiden untuk menerbitkan perppu.
Ia menilai demo mahasiswa yang berujung bentrokan dengan aparat di berbagai daerah juga tidak cukup untuk menjadi alasan mencabut UU KPK.
"Enggaklah. Bukan apa, jangan dibiasakan, Irman Putra Sidin (pakar hukum) juga mengatakan janganlah membiasakan cara-cara begitu. Cara itu mendelegitimasi lembaga negara. Seolah-olah enggak percaya kepada MK," kata dia kala itu.
Tak hanya karena UU KPK, Yasonna juga sempat bertikai dengan artis Dian Sastro mengenai pasal-pasal kontroversial di RKUHP.
Mulanya, Dian berkomentar soal polemik RKUHP di Insta Story akun Instagram-nya, Jumat (20/9/2019).
Lewat tulisan tersebut, ia melayangkan sejumlah kritik tentang pasal-pasal yang dinilainya kontroversial.
Beberapa poin dalam RKUHP tersebut dijabarkan, antara lain korban pemerkosaan akan dipenjara selama 4 tahun jika menggugurkan janin hasil pemerkosaan.
Yassona menyebut Dian tak baca Undang Undang sebelum berkomentar sehingga terlihat bodoh.
Dian pun menanggapi pernyataan Yasonna.
Pada Insta Story, Dian Sastro mengunggah kembali poin-poin RKUHP yang kontroversial.
Dian menegaskan, ia telah membaca RKUHP tersebut dan akan terus membacanya.
"Saya dan teman-teman membaca dan ya kami akan membaca lagi dan membaca lagi," kata pemain film Kartini tersebut.
Dian juga menyinggung soal kata "bodoh" yang diucapkan Yasonna.
"Karena lebih baik kita merasa bodoh dan terus belajar daripada sudah merasa sudah tahu semuanya," tutur Dian.
Kini, usai dirinya kembali didapuk jadi Menteri Hukum dan Ham di periode kedua kepemimpinan Presiden Jokowi, keluarga Yasonna Laoly justru harus berurusan dengan KPK.
Baca Juga: Susah Payah Bangun Karir dari Bawah Sejak Jadi PNS, Dzulmi Eldin Malah Terkena OTT KPK di Puncak Karirnya Sebagai Walikota Medan, Uang Rp 200 Juta Diamankan
Dikutip GridHot.ID dari Antara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (12/11/2019), mengagendakan pemanggilan ulang terhadap putra Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Yamitema Tirtajaya Laoly dalam penyidikan kasus suap terkait dengan proyek dan jabatan di lingkungan Pemkot Medan pada 2019.
Yamitema dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan, Isa Ansyari (IA).
"Rencana (Yamitema Laoly) akan dipanggil lagi hari ini," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta.
Sebelumnya KPK telah melakukan pemanggilan terhadap Yamitema pada Senin (11/11/2019).
Namun Direktur PT Kani Jaya Sentosa tersebut tidak memenuhi panggilan lantaran belum menerima surat pemanggilan pemeriksaan yang dikirim oleh KPK.
"Sebelumnya surat panggilan ditujukan ke alamat yang tertera di adminduk (administrasi kependudukan), namun yang bersangkutan tidak ada di sana," kata Febri.
Sebelumnya, KPK pada hari Rabu (16/10/2019) telah menetapkan Wali Kota Medan nonaktif Dzulmi Eldin sebagai tersangka dugaan penerimaan suap bersama dua orang lainnya, yakni Kepala Dinas PUPR Kota Medan Isa Ansyari (IAN) dan Kepala Bagian Protokoler kota Medan Syamsul Fitri Siregar (SFI).
Dzulmi ditetapkan sebagai tersangka setelah diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Medan bersama dengan Syamsul Fitri Siregar, Isa Ansyari, ajudan Wali Kota Medan Aidiel Putra Pratama, dan Sultan Sholahuddin pada hari Selasa (15/10/2019).
Dalam perkara ini, Dzulmi diduga menerima sejumlah uang dari Isa Ansyari.
Pertama, Isa memberikan uang tunai sebesar Rp20 juta setiap bulan pada periode Maret sampai dengan Juni 2019.
Pada 18 September 2019, Isa juga memberikan uang senilai Rp50 juta kepada Dzulmi.
Pemberian kedua terkait dengan perjalanan dinas Dzulmi ke Jepang yang juga membawa istri, dua orang anak, dan beberapa orang lainnya yang tidak berkepentingan, Isa lalu memberikan uang sebesar Rp250 juta pada 15 Oktober 2019.(*)
Source | : | Antara,kompas |
Penulis | : | Dewi Lusmawati |
Editor | : | Dewi Lusmawati |
Komentar