Tak hanya Arsul Sani, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengungkapkan adanya wacana perubahan masa jabatan presiden dan wakil presiden terkait amendemen UUD 1945.
Artinya, amendemen UUD 1945 tidak hanya sebatas menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Menanggapi wacana tersebut, dikutip GridHot.ID dari Antara, Presiden Joko Widodo akhirnya beraksi.
Presiden Joko Widodo mengatakan pihak-pihak yang mengusulkan amendemen UUD 1945 dengan mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode hanya ingin mencari muka.
"Ada yang ngomong presiden dipilih tiga periode. (Mereka yang usul) itu, satu ingin menampar muka saya, kedua ingin mencari muka, ketiga ingin menjerumuskan, itu saja," kata Presiden Joko Widodo dalam acara diskusi dengan wartawan istana kepresidenan di Istana Merdeka Jakarta, Senin (2/12/2019).
"Sejak awal, sudah saya sampaikan, saya ini produk dari pemilihan langsung sehingga, saat itu ada keinginan untuk amendemen, jawaban saya, apakah bisa amendemen dibatasi? Untuk urusan haluan negara, jangan melebar ke mana-mana," tambah Presiden.
Sehingga Presiden memilih untuk tidak perlu dilakukan amendemen UUD 1945.
"Jadi, lebih baik, tidak usah amendemen. Kita konsentrasi saja ke tekanan-tekanan eksternal yang bukan sesuatu yang mudah untuk diselesaikan," tegas Presiden Jokowi.
Sementara itu, Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Tsamara Amany mengatakan, partainya mengusulkan masa jabatan presiden selama tujuh tahun, tetapi dibatasi hanya untuk satu periode.(*)