"Namun, sekarang Garuda sudah enak, sudah gampang. Enggak ada lagi KKN keluarga Soeharto segala itu," lanjut Robby di tengah acara penyerahan enam pesawat baru Boeing 737-300/-500 pada 2 Januari 1999.
Lanjut dia, fungsi manajemen bisa berjalan dengan benar. Program golden handshakes (pensiun dini) pun berjalan dengan lancar sehingga perumahan tahap pertama 1.596 tenaga kerja, dengan total pesangon Rp 110 miliar berlangsung mulus.
Estafet dirut ke Abdul Gani
Setelah kondisi Garuda mulai perlahan membaik, posisi dirut beralih mulus kepada Abdul Gani, yang tentunya dengan persetujuan Tanri Abeng.
"Pak Gani sama saya sudah berkompetisi (di perbankan) selama 30 tahun. Jadi, saya tahu bahwa dia itu enggak orang enteng!" kata Robby Djohan mengenai penggantinya.
Saat itu, kata Tanri Abeng, kredibilitas Garuda sudah mulai pulih sehingga Bank Exim AS dan pabrik Boeing serta Pemerintah Indonesia sendiri mendukung pengadaan Boeing 737 senilai 368 juta dollar AS.
Pengadaannya merupakan refleksi dari kredibilitas direksi dan dewan komisaris Garuda yang baru.
Memuji direksi dan dewan komisaris Garuda, Tanri Abeng mengatakan, pengadaannya tidak mungkin kalau tanpa kredibilitas yang dibangun oleh Garuda Indonesia.
Kredibilitas memang kata kuncinya seperti pernah diucapkan Wiweko Soepono, mantan direktur utama yang pernah pegang kendali Garuda selama 16 tahun (1968-1984).(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sejarah Panjang Garuda Indonesia yang Pernah Rajai Langit Asia" dan "Cerita Garuda yang Pernah Nyaris Bangkrut".