Lantas pada tanggal 2 September 1964, Soebandrio memberikan ultimatum keras ke armada Inggris pimpinan HMS Victorious jangan coba-coba lagi lewat Selat Sunda saat perjalanan kembali ke Singapura atau akan tanggung konsekuensinya.
Ucapan Soebandrio bukan isapan jempol belaka, setelah pernyataan keras itu dilontarkan, armada Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) langsung menggelar latihan militer skala besar di Selat Sunda untuk menunjukkan seriusnya ultimatum tersebut.
Reaksi Inggris menanggapi hal ini acuh tak acuh, bahkan Pangeran Louis Mountbatten (Paman dari Pangeran Charles) nekat berkata bahwa Inggris akan malu besar jika armada HMS Victorious pulang tak berani lewat Selat Sunda.
Ia berpendapat hal tersebut merupakan penghinaan martabat angkatan laut Inggris.
Tapi jawaban dari Louis Mountbatten itu mendapat reaksi negatif dari para perwira di AL Inggris sendiri.
Para perwira itu mengingatkan bahwa jika HMS Victorious masih bebal dan nekat lewat Selat Sunda maka ancaman tenggelamnya flagship Royal Navy itu segera terjadi.
Parlemen Inggris juga berpendapat sama bahwa lewatnya HMS Victorious di Selat Sunda bisa membawa Inggris ke peperangan yang tak perlu terjadi.
Kekahawatiran ini dinilai wajar karena Angkatan Perang Indonesia punya segudang alat utama sistem senjata (alutsista) macam pembom Tupolev Tu-16 dan kapal cepat rudal Komar Class yang punya senjata khusus untuk membabat kapal induk.
Tapi keinginan Pangeran Mountbatten sudah tak bisa dibendung lagi, mau tak mau Menhan Inggris saat itu, Peter Thorneycroft, kepala staf Royal Navy David Luce dan perwira tinggi Royal Navy, Varyl Begg langsung merencanakan operasi pengamanan lewatnya HMS Victorious di Selat Sunda.