Diketahui, berburu memang sudah sejak lama menjadi kegemaran raja dan kaum bangsawan di Jawa.
Dari kitab Nagarakertagama gubahan Prapanca yang ditulis tahun 1365, diperoleh informasi bahwa raja Hayam Wuruk pernah beberapa kali menyelenggarakan acara berburu di hutan.
Hanya saja, tidak diketahui apakah pada jaman Majapahit itu juga sudah dikenal hutan suaka semacam Krapyak pada jaman Mataram.
Pada jaman Mataram sendiri acara berburu juga tidak hanya diadakan di dalam Krapyak saja, akan tetapi juga dalam hutan bebas. Hanya saja berburu dalam hutan bebas ini biasanya terbatas untuk jenis babi liar atau babi hutan.
Berziarah sambil berburu
Alasan mengapa daerah tersebut dipilih menjadi Krapyak, karena ibukota Mataram sebelum dipindahkan ke Kartasura adalah di Plered dan Kerto, yang letaknya berdekatan dengan Krapyak-krapyak tadi.
Selain itu, karena raja-raja Mataram mempunyai kebiasaan untuk menyepi dan bersemedi di gua-gua yang ada di pantai Selatan, guna meminta berkah dari Nyai Roro Kidul sebagai Penguasa Laut Selatan, agar dapat memimpin kerajaannya dengan baik.
Selama mereka bersemedi itulah kadang-kadang diadakan acara selingan berburu sebagai rekreasi.
Waktu ibukota Mataram dipindah ke Kartasura dan kemudian ke Surakarta, Krapyak-krapyak tadi tetap dipelihara meskipun jaraknya amat jauh. Itu karena kebiasaan untuk bersamadi tadi masih tetap dilakukan.
Terlebih, kebiasaan berziarah Raja Hayam Wuruk pada jaman Majapahit ke tempat-tempat keramat dan ke makam leluhur dinasti, masih dijalankan juga oleh raja-raja Mataram pada zamanKartasura dan Surakarta.