Marilah kini kita meninjau sendiri betapa sebenarnya urut-urutan kejadian itu. Pada waktu itu memang benar bahwa kota Batavia dapat dibagi menjadi dua bagian.
Yang di sebelah Utara berbatasan dengan pantai adalah Puri atau Kastil Batavia. Bagian ini seluruhnya dikelilingi oleh tembok. Pada sudut-sudut dan bagian-bagian penting lainnya dibangun benteng yang menjulang ke atas tembok.
Yang di sebelah Selatan merupakan daerah penghunian penduduk, perkantoran dan tempat-tempat umum lainnya. Bagian ini tidak seluruhnya dikelilingi tembok. Hanya pada bagian-bagian yang dianggap penting didirikan semacam gardu-penjagaan dari kayu yang dinamakan "Wambuys".
Gardu- gardu ini biasanya didirikan di sudut-sudut atau belokan sungai, dengan tugas mengawasi perahu-perahu atau kapal-kapal yang lalu-lalang di sungai itu.
Seluruh bagian kota, baik yang Utara maupun yang Selatan, dikelilingi oleh parit-parit pertahanan, yang airnya umumnya diambil dari aliran sungai Ciliwung. Karena itu maka kota Batavia terbagi dalam kotak-kotak yang disekat oleh parit-parit pertahanan tadi.
Untuk memudahkan cara pengaturan pertahanannya, maka tiap-tiap benteng, sudut atau "Wambuys" diberi nama. Gardu yang letaknya paling jauh di Selatan, ada di sudut Tenggara, tepat pada belokan Sungai Ciliwung ke arah Timur sebelum sampai di daerah Glodok sekarang. Gardu ini diberi nama Hollandia.
Waktu Kompeni mulai mengetahui adanya gerakan-gerakan pemusatan orang-orang Mataram di luar Batavia, Jan Pieterzoon Coen memerintahkan menggali sebuah parit lagi yang membelah bagian paling Selatan dari kota; bagian di luar parit baru ini kelak terkenal dengan nama "Zuider-Voorstad".
Selanjutnya, Coen juga memerintahkan membuat tembok di sisi Selatan, tepat di tepi Ciliwung ketika alirannya membelok ke Timur. Pada titik dimana gardu Holandia berdiri dibangun benteng yang menjulang ke atas tembok.
Benteng (bekas gardu Holandia) ini dipimpin oleh komandannya Sersan Hans Maagdelijn, sehingga lalu terkenal dengan nama benteng Maagdelijn.
Source | : | intisari |
Penulis | : | None |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar