Ketika Coen melihat puluhan ribu tentara Mataram mulai berkemah di Selatan kota, ia memerintahkan seluruh tepi Barat Ciliwung untuk dikosongkan, di mana di situ juga terdapat kantor dagang pihak Inggeris.Jembatan yang menghubungkan bagian Barat dengan Timur sungai pun dihancurkan.
Serangan Mataram tahun 1628 itu dilancarkan dalam 4 gelombang. Gelombang pertama terjadi pada tanggal 26 Agustus malam dan terus berlangsung sampai pagi harinya. Yang menjadi sasaran utama adalah bagian sisi Barat Ciliwung (yang ternyata telah kosong itu).
Apa yang kedapatan disitu dibakar habis, termasuk loji Inggris. Karena pagi harinya bala bantuan Kompeni dari arah Kastil segera datang, maka serbuan dapat ditahan.
Gelombang kedua dilancarkan tanggal 11 September. Kali ini juga tidak menghasilkan apa-apa, karena tenggang waktu antara gelombang pertama dan kedua cukup bagi Kompeni memperbaiki apa yang dirasanya kurang.
Gelombang ketiga adalah serangan yang paling berbahaya bagi Kompeni. Sepanjang malam tanggal 21 September, pasukan-pasukan Mataram mengepung seluruh kota, termasuk dari arah laut.
Mereka berteriak-teriak sambil memukul-mukul tambur dan bunyi-bunyian lainnya di sekeliling kota, sehingga Kompeni tidak tahu pasti bagian mana yang akan menjadi sasaran. Ternyata yang menjadi sasaran adalah benteng Maagdelijn, yang merupakan pusat pertahanan Belanda yang paling luar di sisi Selatan.
Gelombang keempat dan terakhir adalah pada bulan Nopember, akan tetapi serangan inipun tidak membawa hasil apa-apa bagi Mataram.
Dari data tersebut jelas bahwa gelombang serangan ketiga pada tanggal 21 September 1628 itulah yang ditulis Van Rechteren dimana terjadi peristiwa kehabisan peluru dan meriam-meriam diisi dengan kotoran manusia. Dan kejadian itu dikacaukannya dengan peristiwa yang dialaminya sendiri pada tahun 1629.
Ternyata bukan hanya Van Rechteren saja yang mengalami hangat-hangatnya peristiwa meriam diisi kotoran manusia diperbincangkan orang. Seorang pedagang dari Jerman bernama David Tappen pada tahun 1680 tiba di Batavia untuk urusan dagang.
Dalam laporannya yang diterbitkan tahun 1704 ia juga menyebut-nyebut peristiwa mengenai meriam-meriam Belanda yang diisi kotoran manusia karena sudah kehabisan peluru.
Bahkan Raffles di dalam bukunya yang terkenal "History of Java" (Jilid II, 1817, him. 154) menceritakan bagaimana keadaan Belanda dalam benteng Maagdelijn itu kehabisan peluru sehingga mereka lalu menggunakan batu dan benda-benda keras lainnya sebagai isi meriam, untuk kemudian ia mengatakan:
Source | : | intisari |
Penulis | : | None |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar