Betapa pasukan Mataram mulai menyeberangi parit dan menaiki tembok benteng dengan mempergunakan tangga dan tali-rotan. Padahal serdadu Kompeni hanya tinggal 15 orang tanpa sebutir pelurupun tersisa kecuali mesiunya.
Dalam keadaan yang kritis itu seorang serdadu berlari mengambil kotoran manusia dengan sebuah panci dan menyiramkannya ke bawah, ke arah pasukan-pasukan Mataram. Perbuatannya segera ditiru oleh teman-temannya.
Karena tidak tahan pada baunya, balatentara Mataram lalu mengundurkan diri dan selamatlah benteng itu.
Dari laporan Van Rechteren itu ternyata bahwa cerita tentang meriam-meriam yang diisi kotoran manusia benar-benar pernah terjadi! Sayangnya Van Rechteren mengacaukan dua peristiwa menjadi satu.
Sebagaimana diketahui, Sultan Agung menyerang Batavia dua kali, masing-masing pada tahun 1628 dan 1629. Pada serangan yang kedua, pasukan-pasukan Mataram sudah ditarik mundur pada minggu pertama bulan Oktober 1629 tanpa sebab-sebab yang jelas.
Dalam cerita-cerita tradisionil seperti "Babad Tanah Jawi" disebutkan bahwa peristiwa itu merupakan pengampunan yang diberikan Sultan Agung kepada Kompeni.
Karena itu maka pada tahun 1630 Kompeni mengirim seorang utusan ke ibukota Mataram untuk menyerahkan hadiah-hadiah sebagai tanda terima kasih bahwa Sultan telah mengampuni mereka dan tidak jadi mengusir mereka dari Batavia.
Singkatnya, serbuan Mataram yang kedua itu sama sekali tidak membahayakan Kompeni. Karena Van Rechteren tiba di Batavia tanggal 23 September 1629, jelas bahwa peristiwa serangan yang dialaminya adalah yang kedua itulah.
Padahal serangan yang hampir menjebolkan benteng "Maagdelijn" terjadi pada tahun 1628. Jadi waktu Van Rechteren masih ada di Negeri Belanda. Kesimpulannya ialah bahwa Van Rechteren tidak benar-benar menyaksikan sendiri "episode kotoran manusia" itu, akan tetapi rupa-rupahya ia mengalami hangat-hangatnya kejadian itu diperbincangkan orang.
Dikenal di Jerman maupun Inggeris
Source | : | intisari |
Penulis | : | None |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar