Sekejap, terbayang kembali kenangan PD II itu. Masa kecil saya yang selalu dihantui peperangan. Hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain dalam pengungsian.
Sementara kekurangan pangan, apa saja yang kami temui di kebun harus dimakan.
Saya terkenang ulah tentara Jepang merampas kuda dan pukat kami.
Betapa bengisnya tentara Dai Nippon tersebut ketika marah, sampai memancung kepala SD di kampung kami.
Mendekah kapitulasi, kami kembali ke kampung. Namun pada suatu pagi yang cerah, kapal terbang sekutu B-25 datang dan menjatuhkan bom di jembatan dekat rumah kami. Ledakan dan getarannya keras sekali.
Lumpur dan reruntuhan jembatan jatuh persis menjebol atap rumah kami.
Pada hari lain, seorang penduduk desa berlarian mencari lubang perlindungan karena ada kapal terbang mendekat.
Malang, ia tak sempat menghindar, kakinya kena ledakan bom. Dia mati kehabisan darah.
"Hai, kalau begitu kamu hampir saja saya bunuh," katanya.
Saya tersentak kaget. Pemilik toko karpet itu merangkul saya.