GridHot.ID - Kemunculan sekelompok orang yang menamakan diri sebagai Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Jawa Tengah, menuai perhatian publik.
Sejumlah foto aktivitas kelompok tersebut juga viral di media sosial.
Satu diantaranya ketikakelompok tersebut menggelar acara Wilujengan dan Kirab Budaya pada Jumat (10/1/2020) hingga Minggu (12/1/2020).
Dirangkum TribunJakarta.com, berikut sederet fakta kelompok Keraton Agung Sejagat yang ternyata cukup menimbulkan keresahan bagi warga sekitarnya.
1. Sosok Pemimpin
Totok Santosa Hadiningrat disebut-sebut sebagai pemimpin kelompok Keraton Agung Sejagat. Totok memiliki istri bernama Dyah Gitaria, yang kerap dipanggil Kanjeng Ratu.
Totok mengaku, dirinya merupakan Rangkai Mataram Agung yang menjadi juru damai dunia.
"Kita umumkan pada dunia bahwa Keraton Agung Sejagat sebagai induk daripada seluruh Kingdom State Tribune Koloni yang ada di seluruh dunia ini, menyatakan sebagai juru damai terhadap konflik yang terjadi di seluruh dunia," ujar Totok di video yang beredar di media sosial.
Baca Juga: Adu Sakti, Mbah Mijan Sindir Ningsih Tinampi yang Ngaku Didatangi Para Malaikat: Wah, Makin Mbablas!
2. Bantah Kelompok Sesat
Resi Joyodiningrat menuturkan, Keraton Agung Sejagat di Purworejo bukanlah sebuah aliran sesat seperti yang dikhawatirkan warga.
Pria yang dianggap sebagai penasihat Kerajaan Agung Sejagat itu menjelaskan, kelompok tersebut merupakan kekaisaran dunia yang muncul setelah berakhirnya perjanjian 500 tahun yang lalu.
Perjanjian tersebut, menurut Joyodiningrat, dilakukan oleh Dyah Ranawijaya sebagai penguasa imperium Majapahit dengan bangsa Portugis sebagai wakil orang Barat atau bekas koloni Kekaisaran Romawi di Malaka pada 1518.
Dalam perjanjian itu, setelah berakhirnya dominasi kekuasaan Barat mengontrol dunia, yang didominasi Amerika Serikat setelah Perang Dunia II, kekuasaan tertinggi harus dikembalikan ke pemiliknya, yaitu Keraton Agung Sejagat sebagai penerus Medang Majapahit yang merupakan Dinasti Sanjaya dan Syailendra.
3. Aktivitas Keraton Agung Sejagat
Warga sekitar mengaku, awalnya tak mengetahui keberadaan kelompok Keraton Agung Sejagat.
Warga hanya tahu bahwa di dalam area rumah yang sekarang disebut sebagai keraton sering melakukan aktifitas budaya.
"Akan ada semacam museum, ada berbagai macam kesenian lainnya, sehingga masyarakat sekitar makmur karena ada wisatawan akan datang," ujar Sumarni (53) tetangga yang rumahnya dekat dengan area Keraton.
Dulunya mereka dikenal sebagai perkumpulan-perkumpulan biasa yang menamai dirinya sebagai Development Economic Commite (DEC).
"Itu adalah komunitas yang akan mencairkan dana pemerintah zaman dulu," jelas Sumarni.
Lebih lanjut, Sumarni menjelaskan, kegiatan mulai ramai sekitar 14 Agustus 2019. Orang-orangmulai berdatangan menggunakan kain-kain tradisional seperti kerajaan.
Orang-orang itu datang bukan dari Purworejo. Mereka datang dari luar seperti Bantul, Imogiri, dan lainnya.
Sementara itu, dijelaskan Sumarni, aktifitas budayakelompok Keraton Agung Sejagat dimulai pukul 17.00 WIB, dengan acara inti dimulai pukul 22.00 WIB.
Acara yang mereka selenggarakan menggunakan tatacara upacara ala manten Jawa. Ada tarian gambyong, cucuk lampah, hingga prosesi pecah telor.
"Kita sebagai warga jelas heran itu ada apa kok malem-malem seperti itu," ujar Sumarni.
4. Kemunculan Batu Tiba-tiba
Rasa penasaran dan keanehan warga kian bertembah ketika muncul batu besar di malam hari, pada Minggu kedua Oktober.
"Itu batunya datang jam setengah tiga malam, otomatis kita sebagai tetangga dekat jelas dengar suaranya," jelas Sumarni
Setelah datang batu besar tersebut, Sumarni melihat ada kursi-kursi sudah tertata rapi.
Batu besar itu dianggap sebagai bentuk bangunan Prasasti tanda telah sah menjadi kerajaan berdiri.
5. Reaksi Ganjar Pranowo
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menuturkan keberadaan kerajaan tersebut harus diuji secara ilmu pengetahuan.
"Syukur-syukur ada perguruan tinggi yang mendampingi. Baik juga untuk didiskusikan," kata Ganjar dalam keterangannya, Senin (13/1/2020).
Orang nomor satu di Jateng itu juga meminta Pemerintah Kabupaten Purworejo untuk mengajak komunikasi pentolan KAS sehingga mengetahui tujuan dan maksudnya.
"Kalau memang baik untuk masyarakat ya berarti baik. Tapi Pemerintah Purworejo harus memayungi langsung masyarakatnya, memberikan perlindungan, meminta klarifikasi sehingga bisa jadi jelas," tandasnya.
Ganjar tidak ingin keberadaan Pemimpin Kerajaan Agung Sejagat (KAS) Purworejo ini malah menjadi keresahan masyarakat yang mana organisasi ini belum diketahui secara jelas.
6. Kepolisian Turun Tangan
Kepolisian Resor PuworejoAKBP Indra K Mangunsong akan memanggil raja dari kelompok Kerajaaan Agung Sejagat.
"Kami sudah berbicara dengan Pak Bupati, mereka akan diundang untuk membahasnya," kata Indra, ketika dihubungi, Senin (13/1/2020).
Karena kewenangan ada di pemerintah, kata Indra, kepolisian hanya bersifat fasilitator atau mediator saja dalam pertemuan tersebut.
Kecuali jika sudah terdapat tindakan pidana, pastinya polisi akan hadir di tengah masyarakat.
Lebih lanjut, Indra mengatakan belum menerima delik aduan atau laporan resmi yang masuk terkait penipuan atau tindak pidana lainnya yang dibalut dalam organisasi atau kumpulan orang tersebut.
"Ada informasi bahwa ada pungutan sejumlah uang kepada anggotanya. Namun, itu bersifat sukarela, kecuali kalau ada pemaksaan, baru kami bertindak," jelasnya.
Perwira menengah kepolisian berpangkat dua melati itu menuturkan sudah berkomunikasi intensif dengan Bupati Purworejo.
"Pak Bupati menyampaikan apakah itu sebagai sikap nguri-uri budaya atau bukan. Karena belum jelas latar belakangnya, jika kami bertindak nanti malah ribut dengan masyarakat. Makanya harus kedepankan klarifikasi untuk penanganan konflik sosial seperti ini," tandasya.
Untuk mengantisipasi gesekan yang tidak diinginkan di masyarakat, pihaknya telah melakukan pemantauan dan berkoordinasi dengan perangkat desa setempat. (tribunjakarta/tribunjateng)
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul "6 Fakta Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Batu Besar Tiba-tiba Muncul Pukul 3 Dini Hari"
(*)