Laporan wartawan GridHot.ID, Dewi Lusmawati
GridHot.ID -Kapal China yang nyelonong masuk perairan Natuna membuat hubungan Indonesia dengan Negeri Tirai Bambu memanas.
Kapal-kapal China diketahui masih nekat masuk perairan Natuna, Kepulauan Riau, Sabtu (11/1/2020).
Atas adanya kapal China itu, tiga Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) melakukan pengusiran.
Padahal pasca kunjungan Presiden Joko Widodo pada Rabu (8/1/2020) lalu, kapal asing China sempat dikabarkan meninggalkan Laut Natuna.
Pemerintah Indonesia terus memantau dan siaga atas Perairan Natuna.
KRI Usman Harun dan empat jet tempur bahkan dikerahkan TNI untuk meningkatkan patroli pengamanan laut Natuna di Kepulauan Riau.
Sayangnya, meski presiden telah berkunjung ke Natuna dan menegaskan bahwa Natuna adalah milik Indonesia, rupanya tak membuat China menjadi jera.
Dikutip Gridhot.ID dari Kontan, banyak kalangan internasional yang mempertanyakan langkah pemerintah menghadirkan kapal perang TNI Angkatan Laut (AL) di wilayah Perairan Natuna Utara.
Soalnya, pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana bilang, kapal-kapal perang tersebut berada di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan bukan di wilayah kedaulatan Indonesia.
Wilayah kedaulatan merupakan kawasan yang berada dalam jangkauan hingga 12 mil dari bibir pantai. Sedangkan ZEE mencapai 200 mil.
"Sebenarnya, mohon maaf, orang banyak yang kaget di luar negeri, kok TNI AL banyak berada di ZEE. Karena biasanya itu kapal-kapal sipil," kata Hikmahanto dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (12/1).
Dalam kemelut antara Indonesia dan China di Perairan Natuna, Hikmahanto menyebut, China menggunakan kapal coast guard untuk mengawal kapal-kapal nelayan mereka di wilayah yang diklaim masuk ke dalam kawasan nine dash line. Sedang Indonesia, berupaya mengusir kapal-kapal tersebut dengan menggunakan kapal perang.
Sebagai orang Indonesia, Hikmahanto bisa memahfumi kondisi tersebut. Sebab, kapal coast guard Indonesia, baik milik Kementerian Kelautan dan Perikanan maupun Badan Keamanan Laut (Bakamla), tidak terlalu besar.
Sementara untuk melakukan patroli di wilayah ZEE, butuh kapal-kapal bertonase besar seperti kapal perang TNI AL. Hikmahanto menjelaskan, fungsi kapal TNI AL tidak hanya sebagai penegak kedaulatan, juga penegak hukum.
"Kalau mau tandingi dari China, coast guard ini, ya kapal TNI AL. Tapi, dunia internasional pandang ini aneh, kok kapal militer di situ," ujarnya.
"Tapi saya sebagai orang Indonesia akan mengatakan, bahwa kapal TNI AL tidak hanya berperan sebagai penegak kedaulatan, tetapi juga penegak hukum," imbuh Hikmahanto.
Ia pun meyakini, persoalan ini tidak akan terlalu berdampak serius terhadap hubungan Indonesia dengan China. Pasalnya, baik kapal Bakamla maupun TNI AL yang bertugas dalam patroli tersebut, sama-sama telah mengetahui prosedur dan ketetapan yang berlaku bila ada kapal yang masuk ke wilayah perairan Indonesia.
Hal itu terbukti tidak ada penggunaan alutsista untuk menyerang kapal coast guard maupun nelayan asal China. Kedua belah pihak hanya sama-sama saling mengingatkan, bahwa telah memasuki wilayah perairan yang saling diklaim.
Informasi saja, Indonesia tidak pernah mengakui wilayah nine dash line yang China klaim. Hal yang sama juga China lakukan, tidak pernah mengakui wilayah ZEE Indonesia yang berpedoman pada Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982.
"Kalau kemarin viral kapal Bakamla mengatakan, hei kamu masuk wilayah kedaulatan kita. China juga sama, kamu yang masuk wilayah kedaulatan kita," kata Hikmahanto.
"Cuma ngomong begitu saja. Sampai siapa duluan yang bensinnya habis. Lalu dia akan keluar, nanti kita bilang, kita telah melakukan pengusiran," sebut Hikmahanto.(*)