Bukan lantaran dia satu-satunya anak lelaki di situ, tapi lebih karena Pierre adalah sosok yang mudah bergaul dan cerdas.
Masa kecilnya dia lalui di lereng Gunung Merapi di Jawa Tengah. Ketika itu Belanda sedang menjalankan Agresi Militer II.
Sejak kecil dia terbiasa bergaul dengan anak-anak desa yang berlainan adat dengannya. Kebiasaan itu dia teruskan ketika meneruskan pendidikan Sekolah Dasar di Magelang dan sekolah menengah di Semarang.
Ketika sekolah di Semarang, nilai ujiannya sangat menonjol. Bahasa Jermannya mendapat nilai 9, juga untuk pelajaran olahraga.
Keinginannya menjadi prajurit sudah mengental saat itu, walau ayahnya mengharapkan Pierre meneruskan pendidikan ke Fakultas Kedokteran.
Pierre akhirnya mengikuti tes dua-duanya, tapi lebih tertarik masuk ke Akademi Militer jurusan teknik.
Bulan November 1958 Pierre diterima dan masuk pendidikan Akademi Teknik Angkatan Darat (Aktekad) di Bandung.
Tahun 1962 lulus dengan sangat memuaskan dan dilantik sebagai Letnan Dua.
Pierre yang tampan, gagah, menjadi bintang semasa taruna. Bukan hanya karena ia selalu menjadi pusat perhatian dalam pertandingan voli dan bola basketa.