"Kok cukup parah ya?," ungkap Kapten Sigit mengingat-ingat momen saat ia melihat kondisi tubuhnya yang terbakar.
Kapten Sigit mengaku kondisinya dulu jauh lebih parah dari kondisinya sekarang.
"Kelopak mata kanan saya tidak ada, bibir bawah saya tertarik ke sebelah kiri jadi (mulut) cenderung agak terbuka," ungkap Kapten Sigit.
Kapten Sigit mengaku sempat merasa marah saat ia mengalami musibah yang membuat kondisi tubuhnya tak sesempurna orang lain.
"Sempat (marah). Apa yang salah dalam diri saya sehingga saya harus menerima kondisi seperti ini? Apa yang pernah saya lakukan sehingga saya harus menjalani kondisi seperti ini?," ujar Sigit.
Kemarahan ini dirasakan Kapten Sigit saat dirinya dirawat di rumah sakit selama satu tahun 3 bulan.
Kapten Sigit mengaku ia bisa meredam amarahnya karena keyakinannya kepada Tuhan.
"Pertama, keyakinan bahwa Allah tidak menempatkan diri saya dalam situasi seperti ini, hanya untuk memberikan kesulitan kepada saya, pasti akan ada jalan," ujar Kapten Sigit.
Selain itu, dukungan dari keluarga serta teman-temannya di lingkungan kerja turut membantu meningkatkan semangatnya agar bisa sembuh dan kembali beraktifitas kembali.
Sempat dapat meredam amarah selama dirawat di rumah sakit, Kapten Sigit mengaku kembali merasakan hal yang sama ketika ia mulai rawat jalan.