Gridhot.ID -Sekitar 1.572 warga Tembagapura dievakuasi ke Timika setelah mendapat teror dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua.
Pasalnya, KKB dari berbagai wilayah di pegunungan Papua sudah berada di sekitar kampung dan menebar teror.
Aksi yang dilakukan kelompok separatis tersebut tentu membuat warga merasa terancam.
Tak hanya itu, warga juga sudah mulai sulit mendapatkan kebutuhan sembako dan layanan kesehatan.
Dikutip dari Kompas, keputusan ini diambil warga karena tidak menginginkan peristiwa November 2017 kembali terjadi.
Di mana, saat itu KKB sempat memasuki kampung mereka hingga akses keluar masuk kampung terputus.
"Warga ketakutan karena kehadiran KKSB dari luar Timika masuk ke perkampungan mereka," kata Dandim 1710/ Mimika Letkol Pio L Nainggolan.
Menurut Kabid Humas Polda Papua Kombes AM. Kamal, dari keterangan warga, alasan mereka mengungsi ke Timika karena suasana di kampung sudah tidak nyaman.
KKB mengganggu masyarakat kampung lantaran meminta paksa makanan dan menodongkan senjata kepada warga.
Dari keterangan polisi, warga yang mengungsi itu berasal dari Kampung Longsoran, Kampung Batu Besar, dan Kampung Kimbeli.
Melansir dari Antara, Septinus Magal, salah satu warga Kampung Kimbeli mengatakan situasi dan kondisi keamanan di kampungnya kini sudah tidak kondusif lagi.
Sejak kedatangan KKB beberapa hari lalu, katanya, barang maupun bahan kebutuhan pokok diambil secara paksa dari rumah-rumah warga setempat oleh KKB.
Baca Juga: 3 Tukang Ojek Ditembak Mati KKB Papua, Veronica Koman Salahkan Jakarta, Begini Cuitannya
"Kami di kampung sudah tidak aman, jadi kami kasih tinggal kampung untuk keselamatan nyawa kami. Selain itu bahan makanan kami juga sudah tidak ada, sehingga kami akan ke Timika untuk tinggal di rumah keluarga," ungkap Septinus Minggu.
Septinus mengatakan rata-rata warga yang minta dievakuasi ke Timika hanya membawa pakaian seadanya.
Sementara barang-barang lain, termasuk hewan ternak (babi) ditinggal begitu saja.
"Nyawa lebih penting, hewan (babi) itu milik dunia, kami kasih tinggal dan itu sudah pasti akan diambil oleh mereka (KKB), biar Tuhan yang menghukum mereka," tutur Septinus.
Di sisi lain, informasi soal warga dari berbagai kampung di Tembagapura yang mengungsi ke Timika menarik perhatian Veronica Koman.
Tersangka provokasi kerusuhan Papua dan Papua Barat ini menyebut warga mengungsi karena terjepit situasi.
Melalui akun Twitter pribadinya, Veronica membantah KKB melakukan teror dan intimidasi terhadap warga.
"Warga yang mengungsi dari Tembagapura ke Timika adalah sipil yang terjepit di tengah-tengah konflik bersenjata.
Narasi "teror OPM" menegasikan tanggung jawab pusat untuk menyelesaikan akar konflik. Mereka mengungsi karena trauma jadi salah sasaran aparat, bukan karena teror OPM," tulis @VeronicaKoman, Selasa (10/3/2020).
Dari keterangan warga, aktivis HAM yang kini berada di Australia itu menyebut warga memilih mengungsi akibat mengalami trauma.
"Menurut beberapa warga Banti dan Opitawak yang kini sudah mengungsi ke Timika, ketika bicara dengan saya, mereka mengaku mengungsi atas inisiatif sendiri akibat trauma, bukan karena dipaksa OPM maupun aparat keamanan.
Mereka adalah sipil yang terjepit di tengah konflik bersenjata," lanjutnya.
Dalam cuitannya, Veronica mengatakan konflik di Papua sudah berulang kali terjadi dan tak ada yang bisa menyelesaikannya.
"Kejadian seperti krisis Tembagapura ini sudah berulang-ulang terjadi, bahkan masih berlangsung di Nduga dan Intan Jaya juga. Orang Papua sudah sampe hafal polanya.
Mau hingga kapan seperti ini? Siapa presiden yang akan berani menyelesaikan konflik sejak 1961 ini?"tulisnya.
Tak hanya itu, sehari berselang usai mengunggah postingan tersebut, Veronica Koman seolah menyalakan tanda bahaya bagi TNI-Polri lewat postingan akun Facebooknya.
"Memberitahu sipil yang akan terdampak akibat serangan bersenjata yang akan datang itu bukan teror, namun sesuai dengan hukum humaniter internasional (Pasal 57(2)(c) Protokol Tambahan I tahun 1977). Pemberitahuan oleh TPNPB kepada warga distrik Tembagapura juga tidak bersifat memaksa, tanpa kekerasan, dan didasarkan pada banyaknya contoh kasus sipil jadi salah sasaran aparat.
33 Kodap sudah berkumpul di Tembagapura, justru TPNPB akan jadi tidak bertanggungjawab bila tidak memberitahu sipil bahwa wilayah mereka akan terdampak.
(Analisa hukum humaniter internasional terhadap situasi konflik bersenjata ini bersifat akademis, bukan berarti mendorong adanya konflik bersenjata)," tulisnya lewat akun Veronica Koman pada 11 Maret 2020.
(*)