Laporan Wartawan Gridhot, Desy Kurniasari
Gridhot.ID - Pandemi virus corona kini tersebar di lebih dari 200 negara di dunia dan kasus baru setiap harinya terus bertambah.
Banyak simpang siur yang beredar mengenai asal mula virus corona ini.
Bahkan hingga kini belum terungkap jelas.
Melansir Kompas.com, sejumlah ahli pernah mengungkapkan bahwa virus corona ini berasal dari kelelawar.
Tak hanya kelelawar, ada pula peneliti yang mengidentifikasi trenggiling sebagai pembawa virus corona.
Para ilmuwan di seluruh dunia pun kemudian mencoba membuktikan asal-usul virus corona yang diklaim berasal dari rekayasa genetika.
Mengutip Intisari-online, tuduhan lain mengatakan bahwa virus ini kemungkinan adalah senjata biologis yang diciptakan oleh China yang melarikan diri dari laboratorium.
Tuduhan ini kemudian juga menyoroti, Institute Virologi di Wuhan.
Ini adalah laboratorium misterius yang meneliti virus pertama di China dan merupakan tempat dengan aktivitas yang jarang diketahui oleh masyarakat dunia.
Menurut keterangan yang dikutip dari Daily Mirror, orang-orang yang berada di dalam laboratorium ini diwajibkan mengenakan pakaian mirip astronot.
Hal itu dikarenakan semua yang ada di dalam laboratorium ini sangat berbahaya dan tidak sembarangan.
Sebuah laporan menyebut laboratorium itu menyimpan 1.500 virus paling mematikan di dunia.
Selain itu Insitute Virologi Wuhan ini juga mengkhususkan diri dalam meneliti patogen yang paling berbahaya di dunia.
Laboratorium ini juga meneliti virus yang dibawa oleh kelelawar, yang membuatnya sebagai teori konspirasi di sekitar pandemi virus corona.
Meskipun ilmuwan China mengatakan virus ini melonjak setelah dibawa oleh hewan ke manusia setelah dijual di pasar Wuhan.
Beberapa ahli di dunia justru berpikir bahwa virus itu kemungkinan lolos dari laboratorium kontroversial itu.
Inggris sendiri bahkan juga mengatakan sudah mempertimbangkan tuduhan bahwa virus itu kemungkinan lolos dari laboratorium tersebut, lapor Daily Express.
Foto yang diambil dari bagian dalam laboratorium itu diambil tahun 2015 dan 2017, membutuhkan waktu 15 tahun untuk menyelesaikannya.
Para peneliti menggunakan baju pelindung dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Laboratorium itu dibuat setelah wabah SARS pada tahun 2002 dan 2003 silam.
Pakar biosekuriti Amerika Professor Richard Ebright dari Institute Mikrobiologi Waksma, Rutgers University, New Jersey mengatakan bahkan jika virus itu tidak dibuat di sana mungkin mereka lolos dari sana ketika dianalisis.
Dia mengatakan, "pengumpulan virus, kultur, isolasi atau infeksi hewan akan menimbulkan risiko besar, infeksi pekerja laboratorium kemudian masyarakat."
Dia menambahkan, kemungkinan besar bukan dari laboratorium tetapi lebih pada "kecelakaan" laboratorium itu.
Namun pernyataan soal virus yang meloloskan diri dari laboratorium ini ditepis China dengan mengatakan.
"Sebuah teori konspirasi tidak pernah peduli tentang kebenaran. Ia hanya menciptakan keraguan dan kecemasan," katanya.
Sementara itu, saat krisis seperti sekarang ini kecemasan lebih mudah diciptakan tentang penyimpangan munculnya Covid-19, jelas laporan itu.
Dr Gerald Keusch dari Jerman mengatakan, "fakta bahwa alam dan evolusi dibantu dalam ekosistem lingkungan akan menciptakan evolusi virus."(*)