Laporan Wartawan Gridhot, Desy Kurniasari
Gridhot.ID - Sindikat prostitusi online rupanya masih terus beredar di kalangan masyarakat.
Jatanras Satreskrim Polrestabes Surabaya baru-baru ini berhasil menyingkap tabir prostitusi online ini.
Tak tanggung-tanggung, sindikat prostitusi online ini menyediakan 600 layanan wanita yang tersebar di beberapa kota.
Dilansir dari Surya.co.id, dalam setahun setelah diceraikan suaminya, Mami Lisa atau Lisa Semampaw ini bisa mengendalikan 600 cewek atau pekerja seks komersil (PSK) dari berbagai kota di Indonesia.
Gadis yang disediakan mulai dari Surabaya, Bandung, Semarang dan Jakarta serta kota lain.
Tarif yang dipatok mulai Rp 2,5 juta sampai Rp 25 juta.
Harga tersebut tergantung dari penampilan wajah, tinggi badan atau bodi dan layanan.
Anak buah Mami Lisa mulai dari pekerja kantor, mahasiswi dan SPG freelance.
Foto 600 cewek yang disiapkan cukup menggoda karena tampilannya berbagai pose.
Lisa pun menceritakan awal mulanya ia terjun ke dunia mucikari ini.
"Kenalnya dari teman, yang ada di luar kota. Aku yang tawari mereka yang sudah memiliki anak buah," kata Lisa.
Perempuan yang juga punya toko di kawasan Pasar Atom Surabaya ini mengaku awal menggeluti dunia mucikari setelah cerai dengan suaminya.
"Awalnya saya bingung mau cari uang darimana setelah cerai sama suami. Cuma ada satu toko saja di Pasar Atom."
"Dari sana saya mulai coba-coba menggeluti dunia mucikari via online. Cari perempuannya ada yang dari teman terus diteruskan dari mulut ke mulut."
"Itu saya juga kasih uang ke orang yang mencarikan perempuan kalau memang sudah berhasil layani tamu," tambah janda tersebut.
Lisa tak menyangka jika bisnis haramnya itu membuahkan banyak peminat.
"Ya akhirnya punya teman di Semarang, Bandung dan Jakarta mau join. Ya sudah saya giliran cari pelanggan atau cari perempuan.
Kalau ada pesanan di Surabaya dari Semarang, teman saya telepon saya suruh nyiapin. Begitu juga sebaliknya," terangnya.
Namun kehebatan Mami Lisa dalam memasarkan cewek berakhir di tangan Unit Jatanras Satreskrim Polrestabes Surabaya.
Mami Lisa dan dua mucikari lainnya ditangkap dan kini ditahan di Mapolres Surabaya.
Melansir sumber yang sama, terbongkarnya prostitusi yang dijajakan lewat media sosial setelah polisi melakukan penyelidikan dan undercover buy untuk memastikan praktik tersebut benar-benar ada.
Pasalnya, tawaran lewat grup Facebook itu banyak direspons oleh banyak kalangan.
Tawaran yang dilakukan oleh Mami Lisa ternyata juga melalui WhatsApp grup yang tentu saja tidak semua orang bisa masuk untuk bergabung.
Syarat utamanya, pengelola baru bisa memasukkan ke grup setelah konsumen mengajak keluar dua kali anak buahnya.
"Pengelola grup WhatsApp ini tersangka LS. Anggota yang bisa masuk menjadi member, minimal sudah dua kali transaksi dengan mucikari ini," kata Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Sudamiran didampingi Kanit Jatanras AKP Iwan Hari Purwanto, Selasa (14/4/2020).
Dalam aksinya, Lisa dan dua mucikari lainnya saling berkomunikasi mulai dari penyiapan cewek hingga siapa yang mengajak dan lokasinya mana.
"Anak buah mereka sudah tersebar dimana-mana. Misalnya, ada orang Semarang, Surabaya atau Jakarta butuh layanan, sudah ada. Tinggal kontak tersangka dan spesifikasi yang diminta seperti apa," terangnya.
Tersangka juga bisa menyediakan perempuan untuk melayani satu laki-laki dengan dua atau tiga perempuan dalam sekali permainan.
Tarif yang ditentukan tentu berbeda dengan layanan biasa.
"Kalau layanan dua sampai tiga cewek Rp 10 juta - Rp 25 juta," tambahnya.
Dari hasil kerja anak buahnya itu, tersangka Lisa, Kusmanto dan Dewi Kumala memotong sebesar 10 hingga 20 persen, tergantung kesepakatan.
Dari ketiga tersangka yang dijerat Pasal 2 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, penyidik menemukan 600 nama dan foto perempuan.
Nama dan foto itu disimpan di ponsel ketiga tersangka.
"Dari 600 foto anak buah tersangka, menonjolkan pose tertentu. Ya tujuannya agar konsumen tergiur," ujar AKP Iwan.
Dari penyelidikan dan pengakuan tersangka, dari 600 perempuan memiliki latar belakang profesi berbeda.
"Ada yang pekerja kantor, SPG freelance, dan mahasiswi. Mereka itu tersebar mulai dari Surabaya, Semarang, Jakarta dan kota lain di Indonesia," tandas Iwan.
(*)
Source | : | Surya.co.id |
Penulis | : | Desy Kurniasari |
Editor | : | Dewi Lusmawati |
Komentar