Sinovac Biotech menerbitkan hasil percobaannya di server online bioRxiv pada 19 April lalu, tiga hari setelah memulai uji coba vaksin mereka pada manusia. Tetapi, temuannya belum dapat peninjauan dari komunitas ilmiah global.
Vaksin Sinovac Biotech, seperti kebanyakan vaksin lainnya, menggunakan patogen virus corona baru yang tidak aktif secara kimia untuk membantu tubuh membangun kekebalan terhadap penyakit yang sebenarnya.
"Tes telah menunjukkan kemanjuran yang baik dan kami yakin tentang potensi vaksin ini," kata Yang Guang, juru bicara Sinovac Biotech, kepada AFP seperti dilansir Channelnewsasia.com.
"Sinovac Biotech telah memberikan data pra-klinis serius pertama yang saya lihat untuk kandidat vaksin yang sebenarnya," ujar Florian Krammer, ahli virologi di Fakultas Kedokteran Icahn, Mount Sinai, New York.
Krammer baru-baru ini ikut menulis tentang berbagai proyek vaksin virus corona untuk jurnal Cell. Dia mengatakan di Twitter, penggunaan virus yang tidak aktif oleh vaksin adalah "teknologi kuno" yang akan membuatnya lebih mudah untuk meningkatkan produksi.
Hanya, para peneliti menemukan, beberapa jenis virus corona baru menunjukkan patogen perlahan bermutasi, berpotensi membuat pengembangan vaksin lebih sulit.
Namun, Sinovac Biotech menyatakan, percobaannya sejauh ini telah memperlihatkan vaksinnya bisa "menetralisir" jenis virus yang sangat berbeda yang mereka temukan di antara pasien di China, Italia, Swiss, Spanyol, dan Inggris.
"Ini memberikan bukti kuat, virus tersebut tidak bermutasi dengan cara yang akan membuatnya kebal terhadap vaksin Covid-19," kicau ahli imunologi Mark Slifka dari Oregon Health & Science University di akun Twitter.
Cuma, menurut Lucy Walker, profesor regulasi kekebalan tubuh di University College London, vaksin dengan patogen yang tidak aktif membutuhkan suntikan penguat agar tetap efektif. Dan, masih harus dilihat, apakah penelitian Sinovac akan memberikan "perlindungan jangka panjang" dari virus.