Uji coba ini diklaim akan mempercepat pengembangan vaksin virus corona, namun implikasi etis dan medis dari penggunaan metode ini masih dikhawatirkan.
Dilansir dari Antara, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Bambang PS Brodjonegoro, mengatakan jika bekerja sama dengan pihak luar dalam pengembangan vaksin COVID-19, Indonesia tidak ingin hanya menjadi tempat uji klinis.
Baca Juga: Mancing Mania! Amerika Sengaja Panas-panasi Taiwan Agar Ikutan Rapat WHO, Sengaja Buat China Murka
"Sudah ada beberapa pihak dari luar yang ingin bersama-sama mengembangkan vaksin yang ada sudah menawarkan untuk uji klinis misalkan, namun tentunya kita tidak ingin hanya sekedar menjadi tempat uji klinis.
Tapi kita sedang bernegosiasi agar para peneliti kita itu juga mempunyai kapasitas untuk bisa melahirkan prototipe dari vaksinnya, terutama protototipe yang menggunakan virus yang beredar di Indonesia," kata Menristek Bambang dalam konferensi video di Jakarta, Jumat.
Menristek Bambang mengatakan Indonesia harus terlibat dalam pengembangan vaksin COVID-19 jika bekerja sama dengan pihak luar.
Menurut Bambang, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman yang menjadi koordinator dalam pengembangan vaksin di Indonesia telah mendapat sejumlah tawaran kerja sama dari produsen vaksin luar negeri.
Produsen tersebut mengklaim mereka sudah di tahap uji klinis.
"Tapi kan tentunya pertama kita juga harus punya kemampuan untuk belajar membuat vaksin. Paling tidak sampai prototipenya yang kemudian nanti diproduksi. Kita masih meminta kalau mereka mau 'clinical trial' (uji klinis) di Indonesia, kita ingin pengembangannya bersama," ujarnya.
Menristek Bambang menuturkan jika ada suatu negara yang berhasil menemukan vaksin sebelum Indonesia menciptakan vaksinnya sendiri, yang paling penting adalah Indonesia tidak semata-mata menjadi pembeli vaksin itu.
Baca Juga: Suruh Jokowi Beli Obat Corona dari Amerika, Hotman Paris: Ayo Pak, Saya Mau Dansa ke Bali!