"Pas sampai di zona, saya taruh ibu di tempat adem. Biasanya di emperan jalan atau numpang di halaman rumah orang. Habis situ saya baru nyapu," ungkapnya.
Setelah zonanya bersih dari sampah, Hidayat selalu menyempatkan diri untuk bercengkrama dengan ibunya.
Walau tak mengerti bahasa ibunya, Hidayat selaku mencari topik pembicaraan.
Tak jarang, ibunya kerap meneteskan air mata tanpa sebab melihat Hidayat yang menghiburnya.
"Ibu saya pukul 10.00 WIB pasti saya suapin makan, di situ sambil ngobrol. Ibu sering nangis. Mungkin kasihan saya urusin dia sendiri sambil kerja juga."
"Tapi kalau saya enggak nangis, saya ikhlas rawat orangtua saya," katanya.
Hidayat menyebut ibunya juga sering menangis ketika musim hujan tiba. Sebagai anak ia semakin tak tega membiarkan ibuya di rumah sendirian.
Mau tak mau, ia tetap membawa ibunya dengan memakaikan jas hujan dan menerjang derasnya rintikan hujan.
"Kalau hujan ibu tetap saya bawa. Nanti pas saya nyapu dia saya taruh di tempat teduh. Jadi cuma ngeliatin aja. Di situ dia juga sering nangis tapi sebabnya saya enggak tahu."
Source | : | TribunJakarta.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Nicolaus |
Komentar