Pada 1995, mereka pindah dan bermarkas di Kongo, meski diyakini mereka tidak melancarkan serangan ke Uganda selama bertahun-tahun.
Sebuah laporan kepada Dewan Keamanan PBB pada bulan Januari mengatakan bahwa ADF memiliki karakteristik kelompok bersenjata dan organisasi kriminal.
Tujuannya saat ini tidak jelas. Kelompok itu tidak mengeluarkan pernyataan publik ataupun mengklaim bertanggung jawab atas serangan yang terjadi.
Sumber pemerintah dan PBB mengatakan keanggotaannya antara 1.500 dan 2.000 orang, dengan agen perekrutan di negara lain di wilayah tersebut.
Sumber pendanaan mereka juga tidak jelas tetapi kelompom itu sering menyerang pangkalan militer Kongo (FARDC) untuk mendapatkan senjata dan mereka bertani di hutan.
Dua puluh dua ribu tentara Kongo di bawah komando lima jenderal memulai operasi melawan ADF pada Oktober 2019.
Komandan tentara yang memimpin pasukan ke garis depan di hutan mengatakan mereka mendorong pemberontak keluar dari benteng mereka.
Operasi itu menewaskan lusinan orang, termasuk beberapa dari mereka, pemimpin, dan menangkap banyak anggota ADF.
Tetapi situasi di beberapa bagian wilayah itu menjadi semakin berbahaya, militan ADF telah membunuh hampir 1.000 orang sejak serangan dimulai.
Bahkan bulan Mei lalu, lusinan warga sipil tewas di Kongo timur dalam serangkaian pembantaian oleh milisi ADF, menurut sumber PBB dan satu LSM setempat mengatakan kepada AFP.