Sahroni menyebutkan, hal-hal yang diatur dalam MLA itu antara lain mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, membantu menghadirkan saksi, meminta dokumen, rekaman dan bukti.
Selain itu juga mengatur terkait penanganan benda dan aset untuk tujuan penyitaan atau pengambilan aset, penyediaan informasi yang berkaitan dengan tindak pidana, mencari keberadaan seseorang dan asetnya, mencari lokasi dan data diri seseorang serta asetnya. Termasuk memeriksa situs internet yang berkaitan dengan orang tersebut.
"Serta menyediakan bantuan lain sesuai perjanjian yang tidak berlawanan dengan hukum di negera yang diminta bantuan," ucap dia.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan, kemajuan teknologi informasi membuat perpindahan dana dan/atau aset dari suatu negara ke negara lainnya. Selain berdampak positif, hal ini juga berdampak negatif dengan timbulnya tindak pidana yang melewati batas yurisdiksi suatu negara atau tindak pidana transnasional.
Yasonna menyebutkan, penyelesaian kasus tindak pidana transnasional bukan hal mudah. Hal ini berbeda dengan penanganan kasus tindak pidana dalam teritorial negara.
Ia mengatakan, pencegahan dan pemberantasan tindak pidana transnasional memerlukan kerjasama bilateral dan multirateral. Khususnya di bidang penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelaksanaan putusan pengadilan.
"Menyadari hal tersebut, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Konfederasi Swiss sepakat mengadakan kerjasama bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana yang telah ditandatangani pada 8 februari 2019 di Bern, Swiss," kata Yasonna saat rapat paripurna.
Source | : | Kontan.co.id |
Penulis | : | Desy Kurniasari |
Editor | : | Dewi Lusmawati |
Komentar