Pakar militer China yang minta namanya tidak ditulis mengatakan kepada Global Times, insiden-insiden tersebut, yang terjadi ribuan mil jauhnya dari AS dan di depan pintu China, sekali lagi telah membuktikan Amerika adalah pendorong nyata militerisasi di Laut China Selatan.
Melukai anggota ASEAN
"China dipaksa mengambil tindakan balasan untuk menjaga kedaulatan nasional dan integritas teritorialnya," katanya.
Latihan PLA di Laut China Selatan sering terjadi, dan juga bukan pertama kalinya mereka mengerahkan pesawat tempur dan kapal perang di pulau-pulau di kawasan tersebut, para pengamat militer mencatat.
Menurut gambar satelit asing, PLA mengerahkan sistem peringatan dini dan kontrol udara KJ-500 serta pesawat anti-kapal selam Y-8 di Yongshu Reef pada Mei lalu.
Di Juni 2019, jet tempur J-10 juga mereka kerahkan ke Pulau Yongxing.
Mengonfirmasi pengerahan J-10 pada Juni 2019, juru bicara Kementerian Pertahanan China Ren Guoqiang mengatakan pada konferensi pers rutin bulan itu, adalah hak sah negara berdaulat untuk menggunakan fasilitas dan melakukan pelatihan di wilayah mereka sendiri.
"Tindakan China adalah sah, wajar, dan adil," ujarnya.
Hanya, China seharusnya tidak terburu-buru mengumumkan Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ) di Laut China Selatan. Sebab, itu bisa melukai negara-negara anggota ASEAN lebih dari AS.
"Akibatnya, merusak hubungan antara China dan anggota ASEAN, dan AS akan memiliki banyak langkah baru yang lebih praktis," kata Wu Shicun, Presiden Institut Nasional untuk Studi Laut China Selatan, kepada Global Times. (*)