Dia pun lantas mengkritisi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang dinilainya memiliki porsi besar dalam menentukan kebijakan hilirisasi pertambangan di Indonesia, seolah melebihi Menteri ESDM Arifin Tasrif.
"Pak Luhut ngomongnya hilirisasi, hilirisasi. Wajib, wajib, wajib. Nanti yang untung siapa? Indonesia nggak dapat apa-apa. Saya nggak tahu sekarang menteri pertambangannya (ESDM) Pak Luhut atau Pak Tasrif. Karena yang lebih sering saya dengar adalah Pak Luhut," kata Faisal.
Terkait dengan industrialisasi, dia pun berpandangan kebijakan hilirisasi tambang malah bertolak belakang dengan kondisi industri manufaktur di Indonesia yang terus terperosok.
Menurutnya, Indonesia pun tidak menjadi bagian dari rantai supply global yang berbasis peningkatan nilai tambah.
Faisal pun menyoroti kepercayaan diri Luhut Binsar yang sangat yakin Indonesia bisa menjadi pabrik baterai terbesar di dunia, khususnya dalam industri mobil listrik.
Pasalnya, industri baterai akan tumbuh di tempat yang sudah banyak menggunakan baterai atau mobil listrik.
Faisal pun tak yakin Indonesia benar-benar akan menjadi produsen baterai terbesar di Indonesia.
"Nah Pak Luhut Mimpi, mau bikin industri baterai terbesar di dunia ya hampir mustahil. Jadi produsen baterai terbesar di dunia? omong kosong. Negara dapat apa? nggak dapat apa apa, kecuali heboh-hebohnya," pungkas Faisal.
Artikel ini telah tayang di Kontan dengan judul Kritik Luhut, Faisal Basri sebut hilirisasi tambang hanya topang industri di China.
(*)