Di akhir pertandingan, situasi kemungkinan menjadi buntu, China mengalami kekalahan besar tapi masih mempertahankan kendali atas Uotsuri Jima.
Namun fokus siapa yang menang bukanlah tujuan utama simulasi Pentagon ini.
Simulasi ini memiliki banyak kekurangan karena pertama, ada terlalu banyak faktor subjektif atau sewenang-wenang yang nyatakan bangsa tertentu yang gunakan strategi tertentu akan menang dalam kehidupan nyata.
Kenyataannya, ada faktor-faktor yang belum dihitung seperti logistik, operasi informasi untuk membentuk opini publik, dan ketegangan politik dalam kepemimpinan China dengan aliansi AS-Jepang.
Perlu diingat juga ada beberapa kemungkinan yang tidak terjadi seperti armada kapal induk China yang terus bertambah, serta kapal induk Jepang yang dipersenjatai dengan pesawat tempur F-35.
Tentu saja, ada faktor lain, pemimpin ketiga negara akan sangat sadar kemungkinan melibatkan senjata nuklir untuk ini.
Namun simulasi ini membuka informasi baru, contohnya China memiliki keuntungan pembom darat dan rudal mereka dan keuntungan menembakkan peluru kendali besar-besaran, dan kemudian mempersenjatai kembali pembom dan peluncur rudal darat dari pangkalan yang berlokasi di daratan.
Sedangkan untuk AS, yang pangkalan militernya jauh sepertti Guam atau harus terbang dari Okinawa yang berada di titik tengah pertempuran, waktu mengeluarkan persenjataan mereka adalah keputusan yang penting, karena begitu F-35 menembakkan misilnya, akan diperlukan berjam-jam untuk kembali ke pangkalan, mengisi senjatanya lagi dan kembali ke zona pertempuran.
Hal inilah yang jadi salah satu pertimbangan Menteri Pertahanan AS Mark Esper untuk membangun pangkalan militer AS tambahan di Pasifik.