GridHot.ID - Meski bangsa Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, namun Belanda tetap saja menentangnya.
Bahkan, Belanda mencoba datang kembali untuk merebut Indonesia dengan kekerasan atau senjata.
Untung saja, berbagai usaha terus dilakukan Belanda untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan kekerasan berakhir dengan kegagalan.
Apalagi adanya kecaman dari dunia internasional untuk Belanda, seperti dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang mengecam serangan militer Belanda ke Indonesia.
Selain itu, Dewan Kemananan PBB juga menyerukan diadakan perundingan antara Belanda dan Indonesia untuk penyelesaikan masalah.
Negosiasi
Selanjutnya Belanda dan Indonesia mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi.
Dikutip situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), selain perjuangan dengan senjata, bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan juga melalui diplomasi, yakni melalui meja perundingan.
Salah satu perundingan, yakni Konferensi Meja Bundar (KMB).
Sebelum KMB, sudah berlangsung beberapa pertemuan dengan menghasilkan perjanjian, seperti perjanjian Linggarjati dan perjanjian Renville.
Perjanjian Linggarjati dilaksanakan pada 10 November 1946 di Linggarjati sebelah selatan Cirebon.
Perjanjian Linggarjati ditandatangani pada 25 Maret 1947 di Istana Rijswijk (Istana Merdeka), Jakarta.
Sementara Perjantian Renville ditandantangani pad 17 Januari 1948.
Perjanjian tersebut berlangsung di atas kapal perang Renville pada 8 Desember 1947.
Namun perjanjian-perjanjian tersebut belum mampu membuat Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, dan kemudian digelar KMB.
Sejarah KMB
KMB digelar pada 23 Agustus-2 November di Den Haag, Belanda.
KMB digelar sebagai tindaklanjut dari perundingan Roem-Royen yang secara eksplisit hasilnya menandakan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia.
Perjanjian Roem-Royen terjadi pada 14 April-19 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta.
Indonesia diwakilkan oleh Mr. Moh. Roem, sedangkan Belanda Dr. Van Royen.
Isi Perjanjian Roem-Royen
Pernyataan Mr. Moh Roem
Mengeluarkan perintah kepada "pengikut republik yang bersenjata" untuk menghentikan perang gerilya.
Bekerjasama dalam hal mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.
Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat "penyerahan" kedaulatan yang sungguh-sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat.
Pernyataan Dr. Van Royen
Pada KMB, pihak Indonesia diwakili oleh, Moh.Hatta (ketua), Moh. Roem, Prof Dr. Mr. Supomo, J. Leitnena, Ali Sastroamijojo, Djuanda, Sukiman, Suyono Hadinoto, Sumitro Djojohadikusumo, Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel T.B. Simatupang, Muwardi.
Sementara Belanda diwakili oleh Van Maarseven dan Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) atau Majelis Permusyawaratan Federal diwakili oleh Sultan Hamid II.
Isi KMB
Pada 2 November 1949 berhasil ditandatangani persetujuan KMB.
Isi dari persetujuan KMB adalah:
Kemudian pada 27 Desember 1949 penyerahan kedaulatan Belanda terhadap Indonesia disahkan.
Penyerahan dilakukan di dua tempat, yakni Jakarta, Indonesia dan Amsterdam, Belanda.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Konferensi Meja Bundar, Belanda Akui Kedaulatan Indonesia
(*)
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Siti Nur Qasanah |
Komentar