Namun, Yudi membenarkan, Arianti mengunjungi RSAD Wira Bhakti saat itu.
"Memang awalnya pasien ini ke RSAD, kemudian ke puskesmas kemudian persalinannya di Rumah Sakit Permata Hati, pasien sempat menjelaskan ada cairan yang keluar, masih pada tahap konsultasi belum melakukan pemeriksaan," kata Yudi saat dikonfirmasi, Kamis (20/8/2020).
"Petugas kami menjelaskan, karena yang bersangkutan pasien umum, rapid test-nya berbayar, tapi kalau yang gratis di puskesmas dan RSUD Kota Mataram, kita sampaikan begitu dan tidak ada masalah, akhirnya dia ke puskesmas, dari puskesmas kemudian memilih ke Rumah Sakit Permata Hati," jelasnya.
Mengutip dari Kompas.com, Kepala Dinas Kesehatan NTB Eka Nurhandini menjelaskan, rapid test wajib bagi ibu hamil yang hendak melahirkan.
Hal itu diberlakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19.
"Memang dari satgas covid-19 ada surat edaran yang mengatakan bahwa direkomendasikan ibu-ibu yang akan melahirkan melakukan rapid test, karena apa, ibu hamil itu adalah orang yang rentan, yang kemungkinan tertular itu adalah ibu hamil," kata Eka.
Selain itu, rapid test Covid-19 diperlukan untuk menentukan ruangan yang akan digunakan dan APD yang dipakai petugas saat menangani ibu hamil tersebut.
Jika hasil rapid test reaktif, ibu hamil harus dirawat di ruang isolasi, dipisahkan dari pasien lain.
"Kenapa diminta periksa di awal, karena persiapan dan kesiapan untuk proses kelahiran itu lebih prepare, jika reaktif ibu dan anak akan masuk ruang isolasi, petugas juga begitu akan mengunakan APD dengan level yang tinggi untuk perlindungan bagi petugas," kata Eka.
Artikel ini telah tayang di Sosok.ID dengan judul Jelas-jelas Darah dan Air Ketuban Mengalir dari Sela Pakaian, Seorang Wanita Harus Kehilangan Buah Hatinya Gegara Petugas Ogah Tangani Karena Belum Rapid Test.
(*)