Ketika itu ada tiga sea rider yang melalukan pengejaran.
Suhartono yang memimpin pengejaran itu berada di sea rider 1 dengan posisi paling depan.
Sementara dua sea rider lainnya berada di kanan kirinya.
Ia menungkapkan meski jarak antar sea rider hanya sekitar 25 meter namun mereka kesulitan untuk melihat satu sama lain karena tingginya ombak di Perairan Somalia dan cuaca yang berubah-ubah.
"Jaraknya dekat antar sea rider, tapi tidak kelihatan, karena apa, ombak besar. Begitu sama-sama di atas kelihatan, pada saat di bawah sama-sama tidak kelihatan.
Itulah salah satu tantangan yang kita hadapi sehingga harus dipersiapkan bagaimana pasukan di laut," ungkap Suhartono.
Mengingat laut bukan habitat normal manusia, kata Suhartono, untuk itulah timnya dilatih menghadapi rintangan-rintangan yang ada di laut.
Tidak hanya besarnya ombak, namun stamina para prajurit juga harus tetap dikelola untuk menghadapi rintangan-rintangan tersebut.
Bahkan menurutnya, menembak di atas kapal dengan kondisi ombak besar dan cuaca yang berubah-ubah juga merupakan kemampuan yang dilatihkan kepada satuan pasukan khusus antiteror aspek laut tersebut yakni Denjaka.
"Mungkin di darat jago, kuat, tapi begitu di laut, begitu naik sea rider atau speed boat, ombak besar sedikit langsung dia mabuk. Itu perlu dilatihkan. Untuk itulah kita dipersiapkan untuk itu, melaksanakan tugas-tugas di laut, tentunya melalui satu proses yang lama.
Pembinaan yang secara berkesibambungan, bertingkat, bertahap, dan berlanjut. Tidak bisa terpotong-potong. Tidak bisa begitu selesai latihan, selesai. Tidak. Harus tetap dilatihkan terus," ungkap Suhartono.
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul "Kesaksian Komandan Marinir TNI AL Lawan Perompak Somalia yang Bajak MV Sinar Kudus, ini Kisahnya"
(*)
Source | : | Surya.co.id |
Penulis | : | None |
Editor | : | Siti Nur Qasanah |
Komentar