GridHot.ID - Sepasang anak baru gede (ABG) di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, kini resmi menikah.
Keduanya terpaksa menikahkarena adanya paksaan dari orang tua sang mempelai perempuan.
Mempelai perempuan berinisial NH (12) itu pun menceritakan awal perkenalannya dengan remaja putus sekolah, S (15).
Kisah pasangan di bawah umur yang kini telah menikah tersebut, viral di media sosial sejak Sabtu (12/9/2020).
Orangtua NH diketahui meminta S untuk menikahi anak mereka, cuma karena masalah sepele.
Paman S, Mahrun mengatakan pernikahan itu bermula saat S mengajak NH untuk bermain keluar.
Keduanya kemudian pulang ke rumah, pada sore hari.
"Awalnya dia (S) ajak main keluar si NH, waktu pulang pada Maghrib," ucap Mahrun.
Rupanya orangtua NH tak menerima hal tersebut, dan meminta S untuk segera menikahi putri mereka.
"Bapaknya si perempuan tidak terima dan menyerahkan kepada kami (keluarga laki-laki) untuk dikawinkan," kata Mahrun.
Ditemui Kompas.com NH menceritakan ia mengenal suaminya, dari teman sebangku di sekolah.
"Dikenalkan sama teman sekolah, empat hari saya kenal dia, terus saling chattingan dan jadian," ujar NH dikutip TribunJakarta.com dari Kompas.com, pada Selasa (15/9/2020).
Dari perkenalan itu, S mengajak NH berkencan ke tempat wisata Abangan yang tak jauh dari tempat tinggalnya.
Sementara itu, S yakin mampu membahagiakan istrinya dengan giat bekerja.
"Setelah ini saya akan bekerja keras, harapan bisa hidup bahagia," kata S.
Remaja kelahiran 2005 ini kini bekerja sebagai penjual perabot rumah tangga.
Sebelumnya diberitakan, beredar sebuah video yang memperlihatkan S dan NH sedang melaksanakan akad nikah di mushala.
Pernikahan kedua mempelai ini berlangsung pada Sabtu (12/9/2020) dan dihadiri warga setempat.
S terlihat mengenakan setelah jas dan kopiah hitam.
Sedangkan, NH mengenakan gaun berwarna oranye.
Sebelum akad nikah berlangsung, penghulu menanyakan kesiapan kedua mempelai.
Keluarga Sempat Menolak
Mahrun mengatakan pernikahan tersebut awalnya tak kehendaki keluarganya.
Mengingat usia S dan NH yang masih begitu belia.
Namun orangtua NH seolah tak peduli dengan pendidikan dan masa depan sang anak.
Mereka tetap ngotot meminta S untuk menikahi NH.
"Kita sudah bilang baik-baik karena terlalu muda, tapi dia (ayah NH) tetap ngotot, dan akan bertanggung jawab nanti jika terjadi apa-apa, katanya" kata Mahrun dikutip TribunJakarta.com dari Kompas.com, pada Selasa (15/9/2020).
Menurut Mahrun, pernikahan keponakannya itu tak diketahui Kantor Urusan Agama (KUA) setempat.
Sebab, keluarga tak mau pernikahan itu dibatalkan.
Lantas, dampak apa saja yang terjadi akibat pernikahan dini?
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN) Hasto Wardoyo mengungkapkan, ada dua dampak yang terjadi oleh pasangan yang memutuskan untuk menikah di bawah usia 18 tahun yakni dampak langsung dan dampak tidak langsung.
"Untuk dampak langsung yakni hubungan seks pada anak itu berisiko meningkatkan kanker mulut rahim di kelak kemudian hari," ujar Hasto saat dihubungi Kompas.com beberapa waktu lau.
Menurut Hasto, teorinya mulut rahim bagi pihak perempuan yang masih remaja ini masih menghadap keluar atau dalam istilah kedokteran masih ekstropion.
"Sehingga kalau terjadi hubungan seks, daerah yang akan menjadi kanker itu masih di luar lalu terbentur alat kelamin laki-laki. Hal inilah yang menginisiasi kanker di usia 15-20 tahun kemudian," kata Hasto.
Dampak tidak langsung
Sementara itu, untuk dampak tidak langsung dari perkawinan dini yakni pihak perempuan akan hamil pada usia yang masih belia.
Saat perempuan muda ini mengandung bayi, sang bayi akan mengambil kalsium dari tulang ibunya.
Lantaran masih dalam masa pertumbuhan, akibatnya, sang ibu akan berhenti mengalami pertumbuhan.
Tidak hanya sang ibu yang mengalami pertumbuhan yang terganggu, si bayi pun, imbuhnya mengalami hal yang sama.
"Jika pertumbuhan bayi juga terganggu, maka banyak terjadi stunting karena janin tumbuh lambat yang dikenal dengan intra uterine growth tetardation," katanya lagi.
Kemudian, bagi perempuan yang telah melakukan proses persalinan, maka postur badannya akan mengalami perubahan.
Hasto menjelaskan, saat melahirkan, diameter panggul ibu yang masih remaja itu umumnya belum mencapai 10 cm.
Padahal diameter kepala bayi normal itu hampir 10 cm, maka bisa terjadi persalinan macet dan komplikasi persalinan yang banyak menimbulkan kematian pada bayi maupun pada ibu.
"Bisa terjadi pendarahan karena robeknya jalan lahir," lanjut Hasto.
Usia melahirkan
Hasto menambahkan, dengan sejumlah alasan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan usia melahirkan yang sehat minimal 20 tahun dan maksimal 35 tahun.
Dalam hal melahirkan, Hasto mengimbau agar suatu keluarga sebaiknya menhindari usia persalinan yang terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering, dan terlalu banyak.
Terkait penanganan proses persalinan, Hasto mengungkapkan tidak ada perbedaan antara penanganan persalinan di desa maupun di kota sekalipun.
Justru perkawinan dini inilah yang menjadi salah satu faktor banyaknya kematian ibu dan bayi di usia muda.
"Ya kalau mereka tinggal di kota, kalau di desa tidak mesti langsung cepat ditangani. Itu pula yang membuat kematian ibu dan bayi di Indonesia masih tinggi," kata dia.
"Kalau ada publik figur menikahi anak-anak, harapan saya, dia harus tahu bahwa itu tidak bisa dicontoh dan membahayak
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judulDiminta Nikahi Bocah yang Baru Dikenal 4 Hari Karena Pulang Magrib, Remaja di NTB: Saya Akan Kerja(*)