Surat kuasa itulah, yang kemudian oleh tersangka digunakan untuk membuat rekening fiktif untuk menarik dana kredit milik nasabah.
Ia mencontohkan, ada nasabah memiliki jatah limit kredit hingga Rp 1 miliar.
Namun baru diambil Rp 200 juta, sisa limit kredit di bank diambil tersangka menggunakan buku rekening fiktif.
"Selama setahun dia mencairkan uang, kadang Rp 20 juta, kadang Rp 50 juta," katanya.
Kasus ini terbongkar setelah seorang debitur akan mencairkan atau menambah kredit.
Pada saat itu, petugas di bank mengatakan kepada debitur ini bahwa baru saja telah melakukan pencairan kredit.
Akhirnya, setelah dilakukan print rekening koran tampak transaksi pencairan dana yang selama ini tanpa sepengetahuan debitur tersebut. Karena merasa dirugikan, akhirnya debitur ini melapor.
"Karena uang masih menjadi tanggung jawab BRI. BRI harus mengcover kerugian nasabah," kata dia.
"Sebab sesuai peraturan nasabah tidak boleh dirugikan. Dan kenapa kasus ini menjadi kasus korupsi, karena BRI merupakan perusahaan plat merah atau BUMN," imbuhnya.
Mengutip Kompas TV, berdasarkan hasil penyidikan jaksa, terdapat 11 nasabah yang menjadi korban ulah RS dalam rentang waktu setahun. Dari Desember 2018 hingga Desember 2019.