"Karena di situ ada klaim dari China yang di dalam konteks hukum internasional itu tidak ada. Itu klaim sejarah dan hak tradisional yang katanya sudah ribuan tahun lalu orang China terbiasa mencari ikan di Laut Cina Selatan," tutur Mahfud.
Bahkan Mahfud mengatakan jika adu kekuatan Indonesia bisa kalah lawan China.
"Penduduk China 1,3 miliar, pasti lebih besar kekuatannya dari Indonesia sehingga kalau kita hadapi secara fisik hitungan matematis, ya kita bisa kalah. Tetapi kita punya hukum internasional, konstitusi," ucap Mahfud MD.
Asupan alutsista laut dan udara harus segera dipertebal demi menjaga Natuna dari rongrongan China
Namun jika perang fisik terjadi, Indonesia bisa tiru taktik Taiwan dalam menghadapi China di Laut Natuna Utara.
Yakni peperangan Asimetris.
Robert Tomes dari US Army War College menjelaskan : “Peperangan asimetris dapat dideskripsikan sebagai sebuah konflik dimana dari dua pihak yang bertikai berbeda sumber daya inti dan perjuangannya, cara berinteraksi dan upaya untuk saling mengeksploitasi karakteristik kelemahan-kelemahan lawannya."
"Perjuangan tersebut sering berhubungan dengan strategi dan taktik perang unconvensional. Pejuang yang lebih lemah berupaya untuk menggunakan strategi dalam rangka mengimbangi kekurangan yang dimiliki dalam hal kualitas atau kuantitas.” (Tomes, Robert, Spring 2004, Relearning Counterin surgency Warfare, Parameter, US Army War College).
Sedangkan Australia’s Department of Defence menyebut peperangan Asimetris lebih dititkberatkan kepada pihak yang lemah untuk melakukan pendadakan/serangan dadakan.
Karena memang kekuatan tak berimbang ini maka Taiwan seringkali membuat senjata penangkal jika China membangun mesin perang baru.