Kemudian kondisi cuaca juga menjadi perhatian serius selama Shita berada di sana bersama 140 anggota dari Kontingen Garuda.
Saat musim kemarau, suhu bisa mencapai 36 derajat celcius dan 7 derajat celcius saat musim dingin.
"Kalau panas, panas banget kayak orang demam. Kalau musim dingin, bisa sampai turun batu esnya," ujar dia.
Saat musim panas pun, kekeringan melanda wilayahnya yang membuat pasokan airnya menjadi terbatas.
Karena kondisi air yang terbatas itu, Shita pun terpaksa mandi di atas ember. Sehingga air yang dipakai bisa digunakan lagi.
"Karena musim kemarau, setiap orang hanya diberi jatah air satu ember per hari. Itu buat mandi, cuci baju semuanya.
Jadi saya mencuci juga pakai air bekas mandi," jelasnya.
Semua kesulitan yang pernah dihadapi tidak membuatnya patah semangat. Shita bangga bisa masuk dalam Kontingen Garuda dan bergabung dalam United Nations-African Union Mision in Darfur (Unamid).
Dia bersyukur, warga masyarakat di Indonesia bisa hidup lebih baik daripada kondisi yang ada di Sudan.
Makanya sudah menjadi tanggungjawabnya untuk saling membantu memberikan pertolongan kepada masyarakat internasional yang membutuhkan.
"Pengalaman ini sangat berharga, bisa membantu masyarakat sipil di Sudan di tengah konflik yang melanda negerinya," ujarnya.