Yang melihat kapitalisme baru ala Cina lebih menjanjikan ketimbang kapitalisme konservatif model Amerika Serikat dan Eropa.
"Dari situ diambil kesimpulan, kita harus mengambil jalan mengikuti pola perkembangan ekonomi kapitalisme Cina yang sebenarnya tidak cocok dengan kita."
"Cina dikendalikan dengan sistem komunis, sementara Indonesia dikendalikan dengan sistem demokrasi," tuturnya.
Ia menilai, pemerintah dan DPR ternyata tidak mampu memahami mazhab atau falsafah di belakang UU Cipta Kerja secara utuh, di mana ketidakpahaman terhadap mazhab tersebut juga dialami seluruh partai politik.
Hal itu terlihat, kata Fahri Hamzah, dari seluruh partai politik terlibat aktif melakukan sosialisasi dan pembahasan, termasuk partai yang di ujung menolak, karena ingin mengambil keuntungan dari peristiwa ini.
"Jangan lupa di balik keputusan ini, ada persetujuan lembaga DPR dan proposal dari pemerintah."
"Banyak hal yang diabaikan tiba-tiba disahkan, ini menjadi pertanyaan besar."
"Di sinilah, saatnya kita harus melakukan reformasi terhadap partai politik dan lembaga perwakilan," paparnya.
Wakil Ketua Umum Partai Gelora itu pun mempertanyakan untuk kepentingan siapa sebenarnya UU Cipta Kerja tersebut dipaksakan keberadaannya.
Sebab, para investor dari Amerika dan Eropa justru ramai-ramai mengirimkan surat ke pemerintah Indonesia menolak UU Cipta Kerja, karena diangggap tidak bersahabat dengan investor.