Gridhot.ID - UU Cipta Kerja masih membuat panas negara.
Beberapa pihak yang kontra masih melakukan demonstrasi sebagai wujud penolakan.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah terkai kepemilikan rusun bagi warga asing.
Wacana mengenai hak milik atas satuan rumah susun (sarusun) atau apartemen bagi warga negara asing (WNA) yang diperluas UU Cipta Kerja dalam Pasal 144 ayat 1, terus bergulir dan menimbulkan polemik berkepanjangan.
Pakar Hukum Pertanahan Lembaga Advokasi Konsumen Properti Indonesia Erwin Kallo mengatakan, UU Cipta Kerja ini adalah masalah baru yang tumpang tindih dengan UU Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960.
Menurut Erwin, sudah jelas UUPA mencantumkan bahwa Hak Guna Bangunan (HGB) pada sarusun tidak boleh dimiliki orang asing. "Ini kan bertentangan, tumpang tindih. Ini namanya pemerintah mau menyelesaikan masalah dengan masalah," ujar Erwin kepada Kompas.com, Minggu (18/10/2020).
Dia menegaskan, WNA sudah diberi hak kepemilikan atas sarusun melalui Hak Pakai yang saat ini sudah bankable.
Hak Pakai ini saja sudah cukup, karena jika hak milik WNA diperluas atas sarusun, tidak akan berdampak signifikan mendongkrak sektor properti Nasional. Jika WNA mau beli apartemen, imbuh Erwin, Pemerintah tinggal memberi status Hak Pakai.
Tidak perlu UU Cipta Kerja untuk memberikan hak kepemilikan ini yang akhirnya malah kontraproduktif, cukup kebijakan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Seragamkan itu semua tanah sarusun (apartemen) dengan Hak Pakai, jadi semua WNA bisa beli. Karena memang nggak ada pilihan lain. Kita ini menganut sistem kondominium ala Prancis. Beda dengan Singapura, strata title yang semua tanahnya milik negara," jelas Erwin.