GridHot.ID - ADA tiga bersaudara tokoh intelektual Malaysia keturunan Aceh yang telah memberikan sumbangan besar di peringkat nasional dan internasional.Mereka adalah Sasterawan Negara Datuk Abdullah Hussain, Profesor Emiratus Tan Sri Dr Ismail Hussein, dan pelukis tersohor Datuk Ibrahim Hussein.Ketiga adik beradik ini adalah kelahiran Kampung Sungai Limau Dalam, Daerah Yan, negara bagian Kedah Darul Aman.Ayah mereka, Hussain adalah seorang pedagang kecil yang berasal dari Glee Ceurih, Gampong Aree, Kecamatan Delima Kabupaten Pidie yang berhijrah ke Malaya pada masa penjajahan.
Baca Juga: Dagang Durian Sampai Ditempeleng Aparat di Hadapan Banyak Orang, Sersan Badri Rela Tahan Segala Emosinya Demi Misi Super Rahasia Menyusup ke GAM, Begini EndingnyaKiprah tiga bersaudara ini telah banyak diulas di berbagai media dan surat kabar di Malaysia. Peninggalan dan hasil karya mereka pun masih terawat dengan baik dan menjadi pelajaran bagi generasi Melayu saat ini.Sayangnya, banyak orang Aceh, di Aceh maupun di Malaysia, yang tidak mengenal ketiga sosok yang telah mengukir jasa bagi Aceh dan Malaysia ini.Untuk merawat sejarah dan memberi motivasi bagi generasi kini, penulis mencoba mengulas kembali sosok ketiga tokoh berdarah Gampong Aree, Pidie ini.
1. Datuk Abdullah Hussain (25 Maret 1920 – 31 Desember 2014)
Abdullah Hussain memulakan pendidikan di sekolah rendah Melayu di Yan, Kedah kemudian melanjutkan ke sekolah menengah St. Michael dan Anglo Chinese School, Alor Star, Kedah.Ketika pendudukan Jepang 1943 beliau melanjutkan pelajaran ke Syonan Koa Kunrenzo (sekolah Latihan Pegawai Tinggi) di Singapura.Walaupun kariernya sangat menonjol dalam bidang penulisan dan sastra, beliau juga pernah ikut aktif dalam pergerakan politik, baik di Malaysia ataupun di Indonesia, terutama pada masa perang dunia kedua.Ketika tentara Jepang telah mendarat dan menguasai Malaya, beliau bersama Said Abu Bakar bergabung dalam organisasi intelijen Jepang, Fujiwara Kikan yang kemudian menghantarkannya ke Sumatera Utara dan Aceh.
Baca Juga: Inilah Sosok Briptu Nabhani Akbar, Pasukan Perdamaian PBB Asal Aceh yang Tengah Viral Karena Mengajar Ngaji Anak-anak di SudanApabila pasukan Jepang menguasai Aceh, beliau mengumpulkan semua anggota Fujiwara Kikan di Aceh dan bekerja sama dengan pemimpin PUSA dan pemimpin Aceh lainnya untuk membentuk pemeritahan Aceh pada peringkat awal pendudukan Jepang.Beliau ikut terlibat mendirikan surat kabar Aceh Shimbun di Banda Aceh dan menjadi koresponden beberapa koran seperti Sumatera Shimbun.Setelah Jepang menyerah kalah kepada tantara sekutu dalam perang dunia kedua, Abdullah menjadi kepala polisi Langsa, kemudian sebagai wedana Langsa.Tahun 1947 beliau menjadi kepala polisi Sabang.
Tahun 1948 beliau balik ke Pulau Pinang dan menjadi wakil pemerintah daerah Aceh sambil bekerja sebagai manejer Cardova Trading Co., sebuah perusahaan ekspor dan impor.Kemudian, beliau bertugas sebagai manejer Pacific Trading Co., di Phuket, Thailand hingga tahun 1949 sebagai agen menyeludup senjata ke Indonesia untuk keperluan perjuangan kemerdekaan Indonesia.Tahun 1951, beliau bekerja di Singapura pada perusahaan perkapalan Acheh Trading and Shiping Company, sambil menjadi reporter kepada beberapa koran dan majalah Indonesia dan Semenanjung.Beliau juga pernah menjadi manejer produser seniman legendaris Malaysia, Tan Sri P Ramlee. Tahun 1957, beliau pergi ke Saigon menemui presiden Vietnam, Ngo Dhien Dhiem sebagai wakil DI/TII.
Baca Juga: Patroli di Kawasan Semak-semak, Personel Kodim 0103 Aceh Utara Malah Berhasil Gagalkan Penyelundupan Perempuan Rohingya, Pelaku Sebut Dijanjikan Upah Segini Per OrangSejak tahun 1961 Abdullah menetap di Kuala Lumpur dan bekerja pada berbagai perusahaan penerbitan buku, majalah dan koran, seperti Oxford University Press, Franklin Books Programme dan majalah Angkatan Baru.Tahun 1968 beliau bertugas di Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia sebagai staf peneliti di bahagian pembinaan dan pengembangan sastera dan juga menjadi editor majalah-majalah terbitan Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia.Oktober 1979 menjadi Ahli Cipta di Universiti Sains Malaysia, Pulau Pinang.Kemudian pada Juli 1982 beliau mendapat tawaran bekerja sebagai staf ahli bahasa dan kepala bahagian pembinaan bahasa dan sastera, Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei Darussalam.Abdullah Hussain adalah seorang penulis prolifik yang sangat tekun dan kaya dengan berbagai pengalaman yang menarik, telah menghasilkan 43 karya yang sangat berharga.
Yaitu 27 novel, 1 drama, 1 esei/kritikan, 1 autobiografi, 4 biografi, 5 terjemahan karya sastera dunia dan 6 buah buku ilmiyah umum.Novelnya Terjebak, Peristiwa, dan Aku Tidak Minta adalah rekaman berbagai pengalamannya yang berunsur seram, tragis dan lucu ketika berada di Aceh, Sumatera Utara, Indonesia dan Thailand.Antara karya biografi yang beliau tulis adalah P. Ramlee Seniman Agong terbitan Utusan Melayu (M) Bhd 1973.Abdullah Hussain mendapat beberapa anugerah dan penghargaan atas jasa dan karyanya yaitu S.E.A Write Award di Bangkok pada tahun 1981, pemenang pertama hadiah sayembara novel nasional yang disponsor oleh surat kabar Utusan Malaysia dan Public Bank tahun 1992/94, melalui novel Imam, anugerah Jasa Hukom Ngon Adat LAKA pada tahun 1995, anugerah saterawan negara pada tahun 1996 dan anugerah Dato’ Setia DiRaja Kedah pada tahun 1996 yang membawa gelaran Dato’.