Selama berabad-abad Timor Leste sebagai koloni Portugis, anak-anak Tionghoa-Timor dari pemilik bisnis imigran Tionghoa menjadi mayoritas populasi sekolah.
Karena keluarga Timor Leste tidak mampu membayar biaya yang dibebankan oleh pemerintah kolonial.
"Mereka berpikir, oh orang Tionghoa, kami hanya berbisnis, kami hanya pandai berbisnis, mereka punya uang, mereka bisa menyekolahkan anak mereka," kata Teresa Ku, 29 tahun kelahiran Tionghoa-Timor.
"Itu sebabnya ketika Anda bersekolah dulu, 95% kelasnya adalah orang Tionghoa-Timor, tetapi jika Anda pergi sekarang, Anda dapat menghitung satu atau mungkin dua siswa di kelas," katanya.
Tetapi keluarga Tionghoa-Timor dapat menelusuri garis keturunan mereka empat atau lima generasi atau lebih.
Banyak yang masih mengalami diskriminasi dari orang Timor lainnya.
Teresa ingat seorang tetangga yang terpaksa merelokasi kios ikan barbekyu miliknya dari sudut pasar pinggir pantai yang populer.
Setelah sesama penjual menyerangnya dengan panah dan seorang lagi yang pindah secara permanen ke Australia setelah tangannya dipotong.
Tahun 2018, saudara laki-laki Teresa diserang oleh sekelompok pria di jalan.
"Anda lahir di sini, Anda tumbuh di sini, Anda berbicara bahasa yang sama, tetapi tetap saja kulit Anda tidak menunjukkan bahwa Anda cukup murni seperti mereka," kata Teresa.