Itu terjadi setelah China dan Rusia berupaya memperkuat hubungan strategis untuk menunjukkan kekuatan kepada Joe Biden, Presiden terpilih AS.
Anggota Dewan Negara China dan Menteri Luar Negeri Wang Yi mengatakan kepada outlet media pemerintah The Global Times hubungan Beijing dengan Moskow harus lebih stabil karena dunia menjadi "lebih bergolak".
Dia juga menyerang AS karena "penindasan" terhadap China dan Rusia, setelah panggilan telepon dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov.
"AS masih memegang tongkat sanksi sepihak dan bertentangan dengan tren zaman, dan hanya akan meninggalkan catatan yang lebih memalukan di dunia," ungkap Wang.
Pada 22 Desember, China dan Rusia mengadakan patroli udara bersama di Laut Jepang dan Laut China Timur.
China mengirim empat pembom strategis H-6K berkemampuan nuklir "untuk membentuk formasi bersama" dengan dua pembom Tu-95 Rusia yang terkenal untuk melakukan patroli bersama sebagai "bagian dari rencana kerja sama militer tahunan" antara kedua negara.
Pengumuman dari menteri pertahanan China dan Rusia menjelang latihan mengatakan itu "bertujuan untuk lebih mengembangkan kemitraan strategis komprehensif China-Rusia di era baru, dan meningkatkan tingkat koordinasi strategis kedua militer dan kemampuan operasional bersama untuk bersama-sama. menjaga stabilitas strategis global".
The Global Times mengutip pakar China yang mengatakan latihan itu akan menjadi "rutinitas" di masa depan.(*)
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Mimpi buruk Eropa: Rusia dan China kembangkan rudal hipersonik"