Dalam pencegahan radikalisme, kata dia, Polri juga akan mengutamakan moderasi beragama sebagai upaya mencegah berkembangnya paham radikalisme di Tanah Air.
Menurut Listyo, salah satu caranya ialah dengan menggandeng sejumlah tokoh agama, organisasi masyarakat (ormas), tokoh masyarakat hingga komunitas sipil.
"Jadi, perlu kolaborasi dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, ormas-ormas berbasis agama, dan para pemangku kepentingan lainnya termasuk melibatkan para ahli dan civil society," kata Listyo.
Pengertian Kitab Kuning
Melansir TribunJakarta.com, pengertian Kitab Kuning dalam pendidikan agama Islam, merujuk kepada kitab-kitab tradisional yang berisi pelajaran-pelajaran agama Islam (diraasah al-islamiyyah) yang diajarkan pada pondok-pondok Pesantren, mulai dari fiqh, aqidah, akhlaq, tata bahasa arab (ilmu nahwu dan ilmu sharf), hadits, tafsir, ilmu Alquran, hingga pada ilmu sosial dan kemasyarakatan (mu'amalah).
Dikenal juga dengan kitab gundul karena memang tidak memiliki harakat (fathah, kasrah, dhammah, sukun, dan sebagainya). Oleh sebab itu, untuk bisa membaca Kitab Kuning diperlukan kemahiran dalam tata bahasa Arab (nahwu dan sharf)
Kebanyakan naskah para ulama pasca Khulafaa al-Rasyidin ditulis dengan menggunakan Bahasa Arab tanpa harakat, tidak seperti Al Quran pada umumnya.
Dikarenakan tujuan pemberian harakat pada Al Quran lebih kepada bantuan bagi orang-orang non arab dan penyeragaman.
Sedangkan bagi orang yang menguasai tata bahasa bahasa Arab maka dapat dengan mudah membaca kalimat tanpa harakat tersebut.
Inilah yang kemudian di Indonesia dikenal sebagai Kitab Gundul untuk membedakannya dengan kitab bertulisan dengan harakat.
Sedangkan mengenai penyebutan istilah sebagai Kitab Kuning, dikarenakan memang kitab-kitab tersebut kertasnya berwarna kuning, hal ini disebabkan warna kuning dianggap lebih nyaman dan mudah dibaca dalam keadaan yang redup.