Ketika sang ayah menawarkan kepadanya untuk mondok di Rushaifah atau Yaman, Gus Baha lebih memilih untuk tetap di Indonesia.
Ia berkhidmat kepada almamater, Madrasah Ghozaliyah Syafiiyyah PP Al Anwar dan pesantrennya sendiri LP3IA.
Kepribadian Gus Baha
Setelah menyelesaikan pengembaraan ilmiahnya di Sarang, Gus Baha menikah dengan seorang Neng pilihan pamannya dari keluarga Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur.
Ada cerita menarik sehubungan dengan pernikahan Gus Baha.
Diceritakan, setelah acara lamaran selesai, ia menemui calon mertuanya dan mengutarakan sesuatu yang menjadi kenangannya hingga kini.
Gus Baha mengutarakan bahwa kehidupannya bukanlah model kehidupan yang mewah, melainkan sangat sederhana.
Ia berusaha meyakinkan calon mertuanya untuk berpikir ulang atas rencana pernikahan tersebut dengan maksud, agar ia tidak kecewa di kemudian hari.
Calon mertuanya hanya tersenyum dan menyatakan “klop” alias "sami mawon kalih kulo".
Saat berangkat ke Sidogiri untuk melangsungkan upacara akad nikah yang telah ditentukan waktunya, Gus Baha berangkat sendiri ke Pasuruan dengan menumpang bus regular, bus biasa kelas ekonomi.
Berangkat dari Pandangan menuju Surabaya, selanjutnya disambung bus kedua menuju Pasuruan.
Source | : | GridHot.ID,Tribunjatim.com |
Penulis | : | Desy Kurniasari |
Editor | : | Desy Kurniasari |
Komentar