Namun, berkat kesabaran dan ketelatenan Pemkot, rumah berukuran sekitar 5x15 meter penuh nilai histori ini berhasil dibeli. Butuh waktu tujuh tahun untuk mendekati sang ahli waris.
"Prosesnya panjang dan diajak bicara dari hati ke hati. Kami telateni dan bicara alon-alon. Bersyukur, semua clear," kata Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) Kota Surabaya, Maria Ekawati Rahayu, Minggu (3/1/2020).
Hasil pembicaraan dengan ahli waris yang menempati rumah, keluarga minta waktu hingga akhir Januari ini untuk mempersiapkan diri.
Keluarga Jamilah minta waktu hingga 29 Januari 2021 untuk Mengosongkan rumah yang berada di gang kecil itu.
Di rumah kecil itulah, Sang Proklamator pendiri bangsa ini dilahirkan.
Rumah dengan total luasan 78 meter itu sejak 2013 sudah diupayakan untuk diambil alih pemkot. Namun masih alot.
Dengan tercapainya kata sepakat dan ganti rugi, Rumah kecil dengan model sederhana itu akan menjadi aset milik Pemkot Surabaya. Rumah itu akan dibiarkan apa adanya dan akan dirawat.
"Setiap renovasi dan perbaikan akan mengikuti aturan sebagaimana bangunan cagar budaya. Tentu ini akan melengkapi koleksi rumah cagar budaya di Peneleh. Di sana juga ada Rumah HOS Cokroaminoto," urai Yayuk.
Pada awal 2013 lalu, pemilik rumah belum sepakat karena menawarkan harga cukup tinggi.
Mereka minta rumahnya dihargai Rp 4 miliar. Proses negoisasi lepasan bangunan cagar budaya tersebut terus dilakukan.