Oleh karena itu, fakta bahwa tidak ada investor China di dana INA dianggap suatu kejutan.
Esther Sri Astuti, Ekonom Institute for Economic and Financial Development yang berbasis di Jakarta, mengatakan banyaknya proyek investasi yang dimiliki China di Indonesia menjadi salah satu penyebabnya.
Beijing tidak memiliki akses untuk berinvestasi di INA.
"Indonesia ingin mendiversifikasi portofolionya untuk mengurangi risiko dan mendapatkan lebih banyak investasi dengan mendekati lebih banyak negara, tidak hanya bergantung pada China," kata Esther.
Menurut O'Rourke, INA didirikan untuk mempertahankan kendali atas aset negara dan proyek infrastruktur penting.
Indonesia berencana menghabiskan lebih dari 6.400triliun rupiah untuk proyek infrastruktur pada tahun 2024, dikutip dari24h.com.vn.
Di mana 30% dari uang ini berasal dari anggaran negara dan sisanya dari bisnis asing dan didanai swasta.(*)