Terlebih, selain tekanan dari komunitas internasional, di AS sendiri juga ada banyak suara yang meminta Washington untuk mengutuk Israel secara terbuka.
J Street, organisasi nirlaba AS yang memperjuangkan perdamaian antara Palestina dan Israel, merilis pernyataan akhir pekan lalu yang meminta Biden untuk mengirim pesan yang jelas bahwa pengusiran Israel atas keluarga Palestina dari bagian timur Yerusalem sama sekali tidak dapat diterima.
Sementara itu, beberapa Demokrat juga menekan Biden.
Anggota Kongres Chris Van Hollen, anggota Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS, baru-baru ini juga memposting di halaman Twitter resminya, mengingatkan Biden untuk tidak melupakan komitmennya mendukung hak asasi manusia ketika seluruh dunia sangat kecewa dengan perlakuan Israel terhadap Palestina.
Terlihat kondisi saat ini akan membingungkan bagi pemerintah AS. Apakah prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh pemerintahan Biden akan berlaku atau apakah ia akan terus menghargai dan mendukung hubungan dengan sekutunya Israel .
Disebut, itu akan tergantung pada seberapa baik Washington menyeimbangkan kepentingan nasional dengan negara-negara lain.
Namun, AS sendiri baru-baru ini menunjukkan sikapnya dalam pertemuan yang diadakan Dewan Keamanan PBB. Pada 12 Mei, Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan darurat kedua tentang situasi tegang antara Israel dan Palestina.
Pada pertemuan tersebut, 14 dari 15 anggota dewan mendukung dikeluarkannya pernyataan yang menyerukan semua pihak untuk mengurangi ketegangan, kecuali AS. Alhasil, rapat pun berakhir tanpa pernyataan bersama.
Menurut seorang diplomat yang tidak disebutkan namanya, pihak AS menilai bahwa pertemuan Dewan Keamanan dua kali mengenai konflik Israel-Palestina sudah cukup untuk "menunjukkan kepedulian", sehingga tidak menyetujui pernyataan bersama.